Tuesday, June 28, 2022

Konferensi, part 2

Beberapa hari kemudian, aku bersiap2 untuk pergi ke konferensi. Travel bag-ku terbuka di ranjang, aku memilih2 beberapa setelan kemeja, celana panjang, dan jas untuk dibawa. Tak lupa aku masukkan bikini putih yang sungguh membuat Doni lupa diri, juga sports bra, celana panjang yoga ketat dan sepasang sepatu untuk jogging. Meskipun sibuk dengan konferensi atau kunjungan kerja, aku selalu menyempatkan diri untuk berolahraga renang atau treadmill di hotel untuk menjaga kesehatan. 

Sepasang tangan memeluk dadaku dari belakang,"I'll miss you"

"hihi, kan tadi malam sudah dikasih jatah"

"Iya, tapi engga cukup untuk seminggu penuh," rengek Doni. 

Aku cuekin cowokku itu, terus mengambil baju keperluanku selama travel ini. Aku meraih celana dalam dan beha dari lemari, tetapi di setop oleh Doni. Senyuman di tampang Doni menandakan pikiran nakal cowok itu, dia mengambil pakaian dalam model biasa yang kupilih, lalu memilih beberapa celana dalam dan beha berenda paling seksi yang kumiliki, dan menaruh semua itu ke dalam tas ku. 
"Don, kamu ngapain sihhh, ini kan travel untuk kerja"
"Iya, engga apa-apa, supaya teman2 kerja kamu engga bosen di sana," cengiran nakal lagi. 

"Jangan lupa ini," Doni menyodorkan satu kotak kondom. 
"Don, kamu gila ya? Serius nih?" ujarku bingung

Doni menaruh kondom itu ke dalam tas aku dan menutup retsleting. 

"Don, kamu rela ?"
"Aku rela, kalau kamu bisa janji ini cuma fisik doang, dan rekam videonya"
"Don, elo tahu kan, aku cinta kamu," aku memeluk cowokku itu. "Aku engga perlu cowok2 lain"
"Aku rela Ness, aku penasaran". Doni meraih daguku dan mencium lembut bibirku, kemaluannya mulai mengeras dibalik celana. Memang sejak perbincangan kami, fantasi ini tentang Doni berbagi tubuh ceweknya dengan pria lain, selalu menyulut api birahi antara kami berdua. Tak dapat kusangkal, aku pun penasaran dan terpancing. Kami berdua saling memagut, tangan Doni meraba-raba payudaraku berusaha memancing gairahku. Jari telunjuk Doni mengusap bibir kewanitaanku yang mulai becek. 

Kesunyian itu dipecah deringan teleponku, taxi yang kupesan sudah menunggu di depan. 

"Oke Don, aku mesti pergi." kukecup bibir cowokku itu satu kali lagi, lalu berangkat dengan taxi. Kutinggalkan cowok aku yang menjilat cairan kewanitaanku di jari telunjuknya. 

---------------------------------------------------------------------------------------------------


Hari pertama konferensi itu sudah berlalu, aku langsung tertidur kecapaian. Seperti biasanya, aku bangun subuh untuk berolahraga, dimulai dengan treadmill dan lalu berenang 30-40 keliling. Sengaja aku mulai olahraga di subuh hari, sebelum ada orang lain di ruang olahraga dan kolam renang. Aku asyik mendengarkan podcast dan berita di headphone ku sambil berlari di treadmill, keringat membasahi seluruh permukaan kulitku dan membuat tubuhku seolah2 mengkilau. Saking asyiknya berolahraga tanpa bisa mendengar suara2 lain, seluruh perhatianku terfokus ke lari secepat mungkin until mencapai kilometer berikutnya. 

Ketika seseorang lain nail ke treadmill di sebelahku, aku sungguh2 kaget, konsentrasiku terbuyar dan kakiku menginjak keluar daerah lari di treadmill, aku terjengkang jatuh. 

Aku mencoba duduk tegak secepat mungkin, menahan malu. Tapi keseimbanganku masih belum pulih, dan muka terasa merah panas. Orang disebelah itu tergesa datang membantuku duduk. 

Aku mencopot headphone. 

"Are you ok?? My gosh that was quite a fall! I hope you didn't break any bones"

Aku tersenyum malu, "I think only my pride was hurt. Thanks for the help"

Dia memapahku duduk di salah satu mesin olahraga, dan membawa segelas air minum. Kami berdua mengobrol sebentar, ternyata namanya Trey, juga di sana untuk menghadiri konferensi yang sama. Aku meneruskan dengan berganti baju dengan bikini putih dan berenang. 

Ketika aku selesai rutin berenang, aku berjalan ke arah ruang ganti pakaian. Trey sedang duduk di kolam air panas mengistirahatkan ototnya. Dia mengajak aku ikut duduk. Kami teruskan mengobrol. Karena latar belakan Trey ternyata mirip denganku, obrolan kami nyambung sekali. Dan Trey memang lucu orangnya, membuatku tertawa tawa. Setiap kali aku tertawa, buah dadaku yang hanya tertutup secarik kain bikini putih terguncang guncang, dan Trey selalu mencuri curi pandangan. Nafsuku agak tinggi hari itu, setelah berapa hari tidak dicumbui oleh cowokku Doni, aku iseng memegang lengan Trey yang berotot, setiap kali dia menceritakan lelucon. Dan lama lama tanganku menjalar ke punggung dan dada Trey yang bidang. Aku mendekatkan diri, dan menyenggolkan buah dadaku ke lengan Trey. Tampak sekali kemaluan dia sudah keras menantang, dibawah permukaan air hangat. 

"Trey, aku mesti shower dan bersiap soap untik konferensi hari ini. Thank you tadi membantuku berdiri." 

"Ok ness.. duduk sini bentar lagi aja. Masih banyak waktu"

"Aku mesti shower dulu nih"

"Mau aku bantuin shower?"

Aku agak terperangah dengan pertanyaan yang secara langsung itu. Sejak tadi aku yang satu satunya menggodai Trey, sekarang dia membalikkan situasi. 

"Cowok aku engga bakal suka aku mandi dengan orang lain"

"Apa dia suka kamu menyuguhkan payudara kamu dengan bikini tipis ini ke orang yang baru kamu kenal? Dan menggoyang susu kamu ke lenganku?"

Trey tiba tiba menjadi agresif sekali, membuatku semakin tergoda. 

"Eng... Engga... "

Trey tiba tiba mencekal lenganku dan menarik ke arah bilik shower pria. Aku entah mengapa aku hanya menuruti. Seketika kami tertutup dari kolam tenang dibelakang tembok, Trey langsung mempereteli bikini atasku, melepaskan kedua buah dadaku. Lengan Trey mendorong pundakku bersimpuh di depan dia, lalu dia meloloskan celana pendeknya. Kemaluan Trey yang cukup besar itu terpampang di depanku, siap diservis. Aku mengecup ujungnya berapa kali lalu mulai mengkaraoke kejantanannya. 

Tangan Trey menggapai gapai mencari buah dadaku, lalu menjepit dan memelintir putingku. Aku hanya bisa menggumam menikmati ransangan di dadaku, sementara mulutku penuh denga kemaluan dia. Tanganku sibuk mengelus lembut biji Trey dan sesekali memuaskan kemaluan Trey diantara jepitan buah dadaku. 

Tangan Trey semakin aktif memegang kepalaku naik turun di kemaluannya, semakin cepat dan dalam. Diiringi lemasan lembut di buah pelirnya, Trey menggeram kerasa dan menghujamkan kemaluannya dalam dalam, sambil melepaskan air maninya di tenggorokanku. 

Kemaluan Trey perlahan lahan lepas dari mulutku, dia mengambil bikini atasku untuk mengelap sperma dari batang kemaluan, lalu melempar secarik kain itu ke arahku. Aku memasang bikini itu di dadaku masih lengket dengan sperma pria yang bukan cowok aku. Trey menarik aku berdiri lalu mencium bibirku dalam dalam. Kami sempat bertukar nomer telepon sebelum berpisah pagi itu. 

Friday, December 24, 2021

Konferensi, Part 1

Setiap akhir tahun, sekitar bulan November / Desember, aku menghadiri konferensi seputar teknologi komputasi awan (Cloud computing). Konferensi itu biasanya diadakan di Las Vegas, penuh dengan ceramah / session tentang berbagai produk baru, trend masa depan, dan berbagai penyedia jasa untuk cloud computing. Tahun lalu konferensi ini 100% virtual, tapi tahun ini kita kembali bertemu di dunia nyata. 

"Ness, aku sepi banget lho ditinggal sendiri," Doni berbisik di telingaku, kami berdua menikmati kehangatan pasca persenggamaan sambil berpelukan. 
"Hmmh," aku bergumam sambil mata setengah tertutup, menikmati kehangatan selimut di malam yang dingin itu.
"Kalau kesepian, kan tidak baik itu," Doni meneruskan. 
"ya, nanti kemasukan setan," balasku seenaknya.
Doni tidak langsung membalas, tapi malah membelai payudaraku dengan tangan kanannya, sesekali mengusap dan mencubit. Cowok-ku ini memang pandai sekali membangkitkan nafsu. 
Aku menyelinap kebawah selimut, mencari kemaluan Doni yang masih tertidur. Perlahan kukecup kepalanya, kujilat dan ku-emut batangan yang mulai membesar dan mengeras. 
"Ness, dua minggu kita engga bisa begini.. <uhhhh>," Doni mulai  merasakan efek2 dari pelayananku. 
"Engga bisa gimana Don?"" godaku, sambil ganti mengocok batang Doni dengan tanganku. Aku beringsut ke atas tubuh Doni dan mengarahkan batangnya, "Engga bisa seperti ini ya?" sambil menurunkan pinggulku ke batang kemaluan Doni yang tegak dan keras. Perlahan-lahan aku memutar pinggul, mengocok kemaluan Doni dan sesekali naik-turun membiarkan batangnya menyeruak kedalam celah kewanitaanku. 
Doni mulai tak sabaran, tangannya menggenggam pantatku sambil aktif mendorong pinggulnya ke atas. Tapi aku masih dominan mengontrol persetubuhan itu dengan posisiku di atas. Dengan perlahan aku terus memutar pinggulku sambil naik turun, dan mendesah lirih di kuping kanan Doni. Godaan itu sukses membuat Doni semakin terangsang, batang penisnya terasa mengeras, kepala Doni mendongak keatas dengan mata tertutup, seolah ingin mentertibkan desakan nafsu yang sebentar lagi akan mengambil alih. Tapi aku tahu sekali sifat2 cowokku ini, dan aku tahu persis cara2 memuaskan nafsunya. Aku mendesah lagi di kupingnya,"uhhhh Don, keras banget kontolnya.Masukin lagi, lebih dalam".Dengan satu lagi jilatan di kuping, kemaluarn Doni tiba2 menjadi sangat keras dan memuntahkan sperma di dalam rahimku. Ku goyang pinggulku perlahan sampai semprotan hangat sperma berhenti dan kemaluan Doni menyusut. Aku tersenyum melihat Doni yang terengah-engah, kukecup bibir cowokku yang ganteng itu, lalu aku beringsut turun untuk membersihkan batangan Doni yang berlumur cairan kami berdua. 

"Ness, apa kamu engga mupeng kalo sedang business trip?"
"Ya, kadang2 sih." Dunia kerja ku sangatlah teknis, dan penuh dengan cowok2. Jarang sekali aku menemui cewek lain di konferensi seperti ini. Dan banyak sekali cowo2 itu yang iseng mengajak aku tidur, tapi Doni tidak tahu itu. Selama ini aku selalu setia dengan pacarku yang kucintai. 
"Emm.. kan kita berdua sudah sering bertualang, sebelum kita mulai pacaran. Kalau sedang business trip seperti ini, gimana kalau kita bebas saja. Anggap saja kita masing2 single selama dua minggu?"
"Kamu yakin, sayang? Aku tahu banyak cewek2 yang Whatsapp kamu, bekas teman bertualang, atau pun yang baru ketemu. Aku sendiri rela kalau ada cewek lain yang menemani kamu bobo - asal kita masih saling cinta. Tapi apa kamu rela kalau ada cowok lain yang mengajak aku tidur, Don?" Tanpa aku sangka, kemaluan Doni menggeliat bangun dengan kalimat terakhir itu. Aku melihat mata Doni dalam2, lalu mencium bibirnya french kiss. Bibir Doni menyusur rahangku, turun ke leher sambil menjilat dan agak kasar mengigit leherku. 
Kedua tangan Doni memegang lenganku dan mendorongku terlentang di ranjang. 

"Siapa Ness ? Siapa yang mengajak kamu tidur?" Pergelangan tanganku masih dipegang erat2, kemaluan Doni terasa keras dan kokoh menyentuh pahaku. 
"Ada beberapa cowok Donnn... setiap konferensi beda2 kok," aku menggoda Doni.
"Terus, sudah berapa cowok yang kamu layani di konferensi?" kemaluan Doni menyapu bibir kemaluanku yang basah dengan sisa2 persetubuhan sebelumnya, dan mengancam untuk masuk lagi. 
"Belum pernah say, aku engga mau tidur dengan teman sekerja. Tapi.. "
"ya? tapi apa? " ujar Doni tak sabar. Kemaluannya masih menggesek2 bibir bawahku, semakin lama semakin terasa enak. 
"Ada beberapa teman kerja yang membuat aku tergoda, setiap kali aku duduk dekat mereka, aku selalu jadi basah"

Doni masih memegang kedua tanganku, sambil menjilat puting payudaraku perlahan. 

"Terakhir kali kita konferensi, di malam terakhir kita berenang di hotel. Aku mengenakan bikini kecil yang warna putih, dikelilingi empat cowok yang berotot dan ganteng. Sudah beberapa minggu aku engga ketemu kamu, aku kesepian. Aku mulai berciuman di hot tub dengan salah satu cowok itu, Bob. Lalu aku pindah duduk di pangkuan cowok yang lain, kami french kiss beberapa menit, tangannya menjelajahi tubuhku, setiap inci dan lekukan. Aku pindah lagi ke cowok berikutnya setiap beberapa menit, sampai mereka semua sudah sangat keras dan siap melanjutkan di kamar hotel. Jantungku berdebar-debar membayangkan apa yang akan terjadi, satu cewek Asia dan empat cowok bule, semua sudah sangat terangsang. Aku berdiri dan melilitkan handuk, tapi sebelum aku sempat mengajak empat cowok itu ke kamarku, beberapa teman kerja lain datang ke kolam renang dan merusak suasana. Aku pulang ke kamarku dan memuaskan sendiri"

Doni sudah tidak bisa menahan diri, seluruh batang kemaluannya amblas di kewanitaanku dengan satu kali dorong. Bibir bawahku yang masih basah dengan sperma Doni, terasa licin berusaha mencengkeram batang Doni keluar masuk. 
Persetubuhan kali itu terasa seperti Doni membalas dendam karena aku hampir memberikan tubuhku untuk di-gangbang empat teman kerja. Tidak ada kelembutan sama sekali dalam persenggamaan itu, yang ada hanyalah Doni menuntaskan nafsunya. Dalam hitungan menit, Doni lagi lagi menumpahkan spermanya di dalam rahimku dan ambruk di pelukanku, terengah-engah. 

"Suka ceritanya ya say ?" ujarku tersenyum. Cowokku ini memang lucu deh. 
"Apa itu cuma sekedar cerita?" Doni masih berusaha mengejar napas. 
"Menurut kamu, gimana?" aku tersenyum menggoda Doni, sambil mengurut kemaluan Doni yang mulai keras lagi. 
Tampang Doni menjadi serius lagi,"Menurut aku, kamu sebenarnya berhasil mengajak empat cowok itu ke kamar hotel." Doni menatapku dalam2. Lagi2 kemaluannya mengeras berlumuran cairan kami berdua, dengan lututnya dia membentangkan pahaku. 
"Terus?"
"Apa perlu aku jelaskan setiap tahap? Kamu mengundang empat cowok ke kamar hotel, hanya mengenakan bikini yang mempertontonkan tubuh kamu. Mau gua tunjukin apa yang terjadi?" Kemaluan Doni sudah sangat keras lagi, aku balas menatap wajahnya, dengan bibir tersungging setengah tersenyum. 
Perlahan-lahan Doni membelah kewanitaanku dengan batangnya,"Mula2 satu cowok mengajak kamu ciuman, mungkin kalian berpelukan dan pura2 slow dance dengan musik, tapi kita tahu apa tujuan sebenarnya. Cowok-cowok lain agak malu, menonton kalian berdua saling merangsang satu sama lain. Tak lama kemudian, cowok itu semakin berani mempreteli bikini kamu, dada kamu yang bugil, terlihat semua orang di kamar. Lalu kamu menggoyangkan pinggul untuk meloloskan bikini bawahmu. Kamu berdua berciuman sambil berjalan ke ranjang, vaginamu sudah sangat basah dengan lendir, siap dicumbui pejantan yang bukan pacar atau suamimu." Doni menghentakkan kemaluannya masuk sangat dalam, lalu mulai mengentot dengan kasar. "Seperti ini, cowok itu seenaknya meniduri cowok aku. Ness, kamu itu milik aku, Doni. Jangan lupa itu." Sambil mengucapkan kalimat itu, Doni berejakulasi di dalam rahimku lagi, seolah-olah menegaskan masalah kepemilikan. 
"Donnn.. memek aku ini milik kamu. Ayo, ayo isi dengan peju kamu"

Kami berdua ambruk di ranjang, mengejar napas. Perlahan2 tertidur saking capainya melayani satu sama lain.

Ditengah kegelapan malam, tangan Doni kembali mengusap-usap pinggangku dan turun ke pantat, meremas-remas di antara kakiku. Aku terbangun ketika Doni menggesek batangnya yang tegang ke celah kewanitaanku yang basah. 
"Say, masih mau ya?"
"uhhhh" Doni hanya menggumam sambil menggoyang kemaluannya di atas pinggulku.

"Ness, cerita dong, apa yang sebenernya terjadi dengan empat cowok itu?"
"Say, engga terjadi apa-apa. Malam itu aku berenang sendiri, hot tub sendiri, lalu tidur sendiri."

Doni menjilat leherku sambill sesekali mencupang meninggalkan warna merah di leher, seolah menandai aku sebagai miliknya. 
"Kalau aku bilang kamu boleh bertualang selama di konferensi, gimana?"
"Ya, aku penasaran sih. Tapi kamu apa rela? Cewek kamu dicumbui lelaki lain?"
Kemaluan Doni menjadi keras lagi, seiring dengan pertanyaan itu. Doni menggeser pinggulnya, mencari jalan masuk untuk kemaluannya.
"Don, kalau aku ditiduri cowok lain, gimana perasaanmu? Apa kita masih bisa terus pacaran? Aku engga mau kehilangan kamu lagi" Aku menggenggam kemaluan Doni dan membantu mengarahkan. 
Doni mulai mendorong sedikit masuk, "Ness, gimana kalau kamu lebih suka cowok lain?"
"Don, aku cinta kamu. Seks sih boleh2 saja dengan cowok lain, tapi aku mau pacaran dengan kamu, nikah, berbagi hidup, hanya dengan kamu" Aku mendorong pinggulku keatas, menyambut kemaluan Doni. Kuputar pinggulku perlahan, mata saling menatap satu sama lain, menyelidiki kesetiaan hati dan jiwa. 
Doni perlahan mulai menggoyang tubuhnya, membangun gelombang nafsu dalam percintaan ini. "Ness, aku sayang kamu"
"Aku sayang kamu Don,"nafasku tergoncang seiring hentakan pinggul Doni. Aku mengelus tampang Doni, menuturi sudut matanya, ke kuping, dan turun ke rahangnya, "Aku cinta kamu Don". Sementara Doni lagi-lagi menumpahkan spermanya ke dalam tubuhku. 

[To be Continued] 

Thursday, August 22, 2019

Berbagi kasih

Kami berdua berpegangan tangan menyusuri mall yang penuh dengan anak anak kecil dan keluarga di hari minggu itu. Sesekali aku menyandarkan kepalaku di dada Doni yang bidang sambil memeluk pinggangnya. Lengan Doni tersampir di bahuku, sesekali mencuri curi rabaan di buah dadaku kalau sedang sepi. Aku agak capai berjalan mengelilingi mall yang besar itu setelah semalaman melayani nafsu Doni yang tak ada habisnya. Kami duduk mengaso di sebuah kafe di lantai LG.

"Ness, sudah tiga bulan sejak kita ketemu lagi di hotel itu lho."
"hmmm?", aku hanya menggumam sambil asyik menontoni sepasang suami istri berjalan bersama sambil berpegangan tangan, dan tangan kiri sang istri mengusap perutnya yang hamil besar. 
"Aku seneng sekali bisa ketemu kamu lagi. Waktu aku kembali ke Indonesia, aku sedih banget, aku kira kesempatan gua untuk bersama dengan kamu itu sudah lewat."
"hmmmm"
"Engga disangka ternyata kita ketemu, di hotel, apa lagi baru saja bertualang dengan orang Laen" 
"hmmmm". Aku berusaha menebak arah ucapan Doni kali ini, sambil menyeruput kopi hangat. 
"Ness, aku tahu kamu sedang mengintai pasangan suami istri yang hamil itu ya?"
"hehehehe", Doni memang perhatian sekali, dia tahu pikiranku. 
"Aku pengen kita seperti itu suatu hari Ness"
Brrrtttttttt kopi di mulutku yang baru setengah ditelan, kembali tersembur saking kagetnya aku. 

"Kamu seriusan Don? Apa hakmu bilang seperti itu sih? Kamu kira gara2 kita ketemu setiap weekend dan ngentot barengan, jadi aku ini sudah jadi istrimu? Sembarangan kamu ini!!". Aku terkejut mendengar kata kata itu keluar semua dari mulutku, tapi tak bisa kusanggah bahwa memang itu perasaanku saat itu. Tanpa bisa kuhentikan, badanku berdiri sendiri, tanganku melayang menampar Doni dan aku berlari ke lantai dasar, lalu mencari taxi sendiri dan pulang kerumahku sendiri. Sengaja kumatikan ringer di teleponku. 

Malam itu aku sengaja menyibukkan diri dengan pekerjaan kantor yang tak ada habisnya. Akhirnya sekitar tengah malam, aku merasakan penat dan capai, lalu menyelinap ke ranjang untuk tidur. Tapi tidur itu tak kunjung datang, malah bayangan2 Doni dan aku yang muncul di kepala, sejak kami bertemu di pertandingan basket itu, saat kami berpisah di luar negeri, dan saat kami bertemu lagi tiga bulan lalu di Indonesia. Dan malam itu aku merasa kesepian. Biasanya Doni menemaniku membereskan kerjaan kantor, lalu kami makan malam berdua, mandi bersama, dan tidur bersama. Malam itu aku tak bisa tidur, ranjangku terasa dingin tanpa Doni, tapi bukan itu yang mengusir rasa lelap. Tubuhku yang sudah terbiasa dipuasi hampir setiap malam dengan sentuhan pria yang kusayangi juga merasa kesepian dan menuntut pemuasan, tapi bukan itu pula yang mengusir rasa lelap. Aku merasa bersalah menolak Doni ketika dia dengan tulusnya berbagi perasaan menyatakan cinta. Otakku tak habis memikirkan mengapa aku begitu takut dengan cinta dan khususnya perjanjian seumur hidup seperti pasangan suami istri itu. 

Sekitar jam 3 subuh, setelah beberapa jam tak hentinya memikirkan apa yang terjadi siang itu, meragukan perasaanku, mencaci reaksiku sendiri, akhirnya aku terlelap. 

Thursday, July 02, 2015

Kapten tim basket -- bertemu lagi

Tubuh lelaki yang kekar berotot bergoyang-goyang di atas seorang wanita yang telanjang bulat. Mulut sang pria itu menjelajahi leher wanita, inci demi inci mencicipi kenikmatan bersama. Otot punggung pria itu terlihat dengan jelas diterangi matahari pagi di kamar tidur. Sang wanita menggigit bibir sendiri berusaha menahan erangan dan lenguhan napsu yang keluar dari mulutnya. Rambut hitamnya berurai mengelilingi kepala kedua insan yang sedang saling memagut dan menjilati. Kedua lengan lelaki itu memegang kencang pinggul sang wanita, seolah-olah ingin menambah dalam tusukan kelamin menyatukan raga mereka. Sepasang payudara bergoncang-goncang dengan setiap hujaman penuh kenikmatan.

"Don.. ahh.. ahh.. pelan-pelan... aku.. aku sudah mau keluar lagi.. pelann. pelannnnnn... pelann.. Donnnnnnn", lirihan sensual keluar dari bibir wanita ditengah puncak asmara, diikuti dengan tubuhnya mengejang menikmati gelombang kenikmatan yang pelan-pelan turun kembali ke bumi. Pria itu -- Don -- dengan sabar memberi wanita itu kesempatan mengejar napasnya, lalu mulai membangun gelombang cinta berikutnya dengan jilatan-jilatan di buah dada sang wanita. Pinggul mulai bergoyang lagi, semakin lama semakin cepat. Tangan meraba-raba tubuh wanita yang begitu sempurna, semua daerah yang biasanya tertutup baju, dijelajahi dengan bebas ditengah persetubuhan. Sampai akhirnya pria itu tidak sanggup menahan nafsunya, tanpa banyak peringatan tiba-tiba dia memeluk wanita telanjang itu erat-erat sambil mendorong pinggulnya ke depan sedalam mungkin untuk menanamkan benih benih cinta.

Mereka berdua telentang di ranjang, mengejar napas masing-masing sampai alarm pagi berbunyi. Sang wanita lalu duduk di tepi ranjang, mempertontonkan punggung yang halus dan polos kepada Don. Dia memungut celana dalam yang tercecer di lantai, lalu mengenakan beha yang dilempar secara terburu-buru tadi malam.
"Aku mesti pulang dulu ke rumah, mandi lalu mesti pergi kerja. Thanks ya Don.. ", wanita itu lalu mulai mengenakan wrap dress hitamnya, lengan kiri, lalu lengan kanan dan akhirnya mengikat simpul di pinggang. Dia merapikan sedikit rambutnya yang acak-acakan, lalu memasang ikat rambut.

"Engga mau ikutan tidur bentar lagi di sini? Nanti aku bangunin setengah jam lagi"
"Nanti terlambat kerja.. aku tahu kamu pasti mau lagi ya", wanita itu dengan cepat memberi ciuman di kening sang lelaki, lalu menjauhi di luar jangkauan Don yang berusaha menangkap lagi wanita itu, "haha.. kurang cepat kamu"
"capek nih.. kamu bikin aku kecapekan Ness. Aku habis diforsir.. "

Aku berdiri di pintu kamar itu, menikmati pemandangan yang disuguhkan Doni, telanjang di atas ranjang dimana kami baru saja bergumul dalam gelora nafsu sejak tadi subuh. Tubuhnya yang berotot dan kekar masih sama seperti terakhir kali kami bercinta beberapa tahun yang lalu. Kejantanannya yang berlumuri cairan kami berdua tergeletak setengah ereksi di paha kirinya. Aku memberikan satu lagi blow-kiss, lalu mengambil dompet dan kunci mobilku dari ruangan tamu. Satu lagi tegukan anggur merah dari gelas di ruang tamu, lalu aku berjalan keluar dari apartemen Doni. Sinar matahari pagi menyambut aku berjalan menyeberang lapangan parkir ke mobilku. Cairan sperma Doni mulai merembes celana dalamku, sebentar lagi akan mulai mengalir turun di pahaku. Aku hanya tersenyum memikirkan itu semua -- toh aku sudah seorang wanita dewasa yang bebas melakukan apa saja, tanpa terikat perkawinan ataupun pacar yang tetap.

Sambil menyetir pulang, aku masih bisa merasakan sensasi tadi malam - bibir Doni menciumi pangkal pahaku ketika aku menyetir pulang ke apartemen dia, tangan Doni yang agak kasar menyusup ke dalam dress dan behaku untuk meremas-remas buah dadaku, kami berdua berciuman di sofa Doni lalu perlahan-lahan pindah ke kamar tidur, renggutan Doni menarik celana dalamku dan aku mengangkat pinggulku untuk membantu Doni melepaskan lapisan kain terakhir antara kami berdua.

Terakhir kalinya aku bertemu Doni itu di tahun 2007, ketika dia selesai meraih gelar S1 di Amerika dan kembali ke Indonesia. Aku turut mengantarkan Doni ke airport bersama dengan belasan pelajar indonesia lainnya. Ketika itu, Doni masih marah denganku, dia tidak bisa terima apa yang terjadi gara-gara Indra. Dia menghindariku di airport, dan dia terbang ke Indonesia tanpa bersalam tinggal denganku. Tak lama setelah itu, giliran Indra yang kembali ke tanah air. Aku sendiri kembali ke Indonesia sejak dua tahun yang lalu untuk tinggal lebih dekat dengan orang tuaku.

Tengah hari kemarin, aku sedang duduk di kantorku berkutat 12 ronde dengan sebuah finance model di spreadsheet. Terdengar ketukan di pintu, bosku masuk untuk memperkenalkan seorang manajer baru di departemenku, namanya Agus, ternyata dia lulusan universitas yang sama denganku. Matanya agak nakal mengincari buah dadaku yang dibungkus dress hitam dengan celah dada yang agak menjorok turun, meskipun tampangnya alim sekali. Bosku tidak memberi waktu banyak untuk mengobrol, masih ada manajer2 senior lain untuk diperkenalkan. Aku pun kembali berkutat dengan spreadsheetku.

Sore itu, seperti biasanya kantor kami mengadakan happy hour di bar hotel terdekat untuk setiap manajer baru di perusahaan. Aku biasanya hanya minum satu ronde, lalu pulang ke rumah. Tapi kali ini aku tidak pulang secepat itu. Capek sekali rasanya hari ini kerja di komputer seharian, aku memutuskan untuk minum-minum sedikit lagi. Dari satu minuman, menjadi dua, tiga, empat. Apalagi setelah seorang bule yang jangkung ikut minum denganku. Entah berapa ronde minuman sudah kami habisi, semua teman-teman kantor sudah pulang, tinggal kami berdua minum dan tertawa-tawa di pojokan bar yang gelap. Suasana semakin remang dan romantis, aku tidak menolak ketika dia mendekati bibirku dan menciumku. Aku tidak menolak juga ketika jemarinya perlahan menuturi pahaku, semakin naik di bawah rok. Aku tidak menolak ketika jarinya menemukan celah kewanitaanku yang sangat basah di balik celana dalam thong. Aku hanya melenguh sedikit ketika jarinya bergerak keluar masuk tubuhku.

Kami terus berciuman dan merangsang satu sama lain di pojok itu, sampai nafsu birahi sudah hampir mengambil alih akal sehat. Dia berbisik,"Ness, aku cek in dulu ya.. lalu aku SMS nomer kamarnya"
Aku hanya mengangguk sambil mengejar napas. Setelah menunggu beberapa menit, teleponku berbunyi menandakan SMS telah diterima. Aku menarik napas dalam dalam, berdiri merapikan dressku, lalu berjalan ke arah elevator hotel ke lantai 25. Pintu kamar yang dituju sudah terbuka diganjal kursi. Malam sudah larut, tidak ada tamu hotel lain di koridor. Aku dengan cepat menyelinap ke dalam kamar itu yang diterangi hanya sebuah lampu di pojok kamar. Jendela menuju Bundaran HI terbuka lebar, bule itu terlentang bugil di atas ranjang. Sudah jelas sekali apa yang akan terjadi berikutnya. Aku membuka ikatan dressku perlahan sambil berjalan ke arah ranjang. Aku melepaskan beha, lalu bersimpuh di depan kemaluan yang berdiri tegak.

Bule itu menengadah dan memejamkan mata menikmati kuluman dari gadis asia ini di kemaluannya. Sesekali aku menghisap, dilanjutkan dengan kocokan tanganku. Ketika aku menghimpit kemaluan pria itu dengan buah dadaku, dia menggeram puas, lalu mengambil alih kontrol dengan memegang pundakku, lalu menggesek kemaluannya dengan cepat. Penisnya yang basah mengkilap bergerak cepat menyembul di celahan dadaku. Dia memegang kedua pergelangan tanganku untuk menarik aku berdiri. Dengan nada menuntut, dia menyuruh aku melepaskan celana dalamku lalu berpegangan menghadap ke jendela menuju Bundaran HI.

Aku serasa diaduk aduk dengan sebuah tongkat yang panjang dan tebal. Kedua tangan bule itu, seperti banyak lelaki lain yang sudah pernah kutiduri, asyik mempermainkan puting susuku, memancing gairah birahiku. Sesekali tangannya meremas buah dadaku dengan gemas, memacu lenguhan nikmatku. Aku yang pertama tama orgasme di malam itu, tubuhku lemas jatuh didepan kemaluan bule itu yang masih tegak sekali. Bule itu merenggut rambutku mengarahkan kemaluannya ke mulutku. Dengan senang hati aku membuka mulut memberikan kenikmatan pada pria asing itu.

Sekitar jam 4 pagi aku mengendap turun dari ranjang, bule itu kubiarkan tertidur pulas telanjang. Kami baru saja selesai bercinta lagi setengah jam yang lalu. Aku berkeliling kamar memungut dress, beha, celana dalam, sepatu hak, dan tas. Di dekat pintu kamar, aku mengenakan kembali pakaianku satu persatu, rambutku disanggul di atas kepala. Leherku terasa lengket dijilati setiap kali kami bercinta tadi malam. Aku melihat lagi pria telanjang itu until terakhir kalinya, lalu membuka pintu menuju koridor kamar hotel.
Tiba tiba ada pintu kamar lain yang dibuka perlahan, sepertinya ada petualang malam lain yang menyelinap meninggalkan pasangannya. Aku menatap ke lantai, risih memperlihatkan mukaku tertangkap basah keluar dari kamar hotel di subuh hari. Dari sudut mataku, sesosok manusia keluar dari kamar yang gelap dan perlahan menutup pintu agar pasangan cinta di kamar tidak terbangun. Dia membalik badan menghadap aku yang berjalan secepat mungkin sambil menatap lantai. 

"Ness?? Vanessa?? Hey hey!" Aku bingung dan malu dipanggil seperti itu, toh tadinya aku mau menyelinap pulang. Tapi ternyata... "Doni?? Lho.. Ngapain kami disini?" Tampangnya yang handsome melihat aku dari atas sampai kebawah, lalu,"dari penampilan elo, kayaknya sama seperti elo." Disusul senyuman yang menggemaskan. 

Kami yang tadinya mau menyelinap meninggalkan pasangan kencan masing masing untuk pulang tidur, malah akhirnya mengobrol di lobby hotel yang sudah sepi. Ternyata Doni sekarang menjadi finance manager di salah satu perusahaan terbesar di Indonesia. Dia masih sering main basket dengan Budi, dan dia hampir menikah sekitar dua tahun lalu, tapi tak direstui orang tua.

"Don, sekarang jadi sering bertualang malam ya? Cewenya tadi siapa tuh?", aku menggoda. 
"Namanya Sila, mau gua kenalin?", muncul lagi senyuman nakal itu. 
"Engg mau ah, lagi capek nih. Mungkin besok aja ya" 
"Capek? Gua kirain masih mau maen sama gua. Baru jam 4 pagi nih, en baru ketemu bekas kekasih di sini. Ikut pulang ke apartemenku yuk.", tampangnya Doni setengah serius. 
Aku memutuskan untuk mencuekin godaan itu. 
"Capek nih. Elo bukannya masih marah sama gua? Waktu itu nggak mau ngomong sama gua di airport."
"Hahaha... Akhirnya gimana tuh loe dan Indra?"
"Kita pacaran sebentar, terus dia pulang ke Jakarta"
"Sekarang masih sering... ehem..ketemu?" Terang terangan dia menanya apa aku masih sering tidur dengan Indra. 
"Kadang-kadang. Elo gimana? ada yang nungguin di rumah engga?"
"Ya, dia sekarang sedang tidur di ranjang gua di rumah."
"Haa?? cewek elu di rumah, dan elu malah maen sama cewek laen di hotel???"
"Gimana ya.. abis yang di rumah itu penuh bulu di mana-mana, dan kalo tidur lidahnya sering keluar. Kadang-kadang suka melolong juga kalo lagi ngimpi buruk"
Aku memukul lengan atas Doni sekeras kerasnya,"Dasar loe.. gua kirain cewek manusia, ternyata binatang piaraan ya?"
Doni menangkap tanganku, genggaman-nya kuat seperti dulu. Tangan kanan dia memegang kepalaku dan dia malah mencium dan mengulum bibirku. Perlahan tanganku turun ke dadanya, sementara tangan Doni malah turun ke pantatku, meremas-remas.
Dengan napas terburu, Doni berbisik di telingaku,"Ness, ke apartemenku, sekarang juga."
Aku menggigit bibir bawahku,"Don, aku baru saja tidur dengan cowok lain."
"Ness, aku engga peduli. Aku udah engga tahan. Please please, datang ke apartemenku."
Ketika kami berpacaran dulu, biasanya setelah puas bersetubuh denganku beberapa ronde, kemaluan Doni sudah tertidur sampai pagi. Tapi sekarang jelas-jelasan ada tonjolan besar di celana panjangnya.
"Don, elu kurang puas tadi sama Sila ya?"
"Ness, sama cewek lain aku engga bisa seperti sama elo. Aku bercinta dengan kamu tuh selalu sampai diforsir capai. Dengan cewek lain, aku engga senafsu itu. Ayo dong.. please.. "


Aku mengangguk lemah. Kami berdua berpegangan tangan berjalan ke mobil Doni.



Tuesday, March 11, 2014

Awkward Family Meeting

Di posting sebelumnya, aku bercerita bahwa hubungan antara aku dan Dion sudah semakin serius, kami sekarang resmi pacaran, dan setiap hari dan malam kami sering lewatkan bersama. Seiring dengan keseriusan dalam hubungan ini, tentu saja semakin besar keharusan bertemu dengan orang tua sang pacar.

Orang tua Dion memang sudah merencanakan untuk datang menjenguk Dion sejak beberapa bulan yang lalu. Sudah cukup lama anak mereka yang bungsu ini memulai sekolah di luar negeri, dan mereka ingin memastikan Dion tak kekurangan suatu apa pun. Sebagai seorang pacar yang resmi, tentunya aku harus turut menyambut orang tua Dion, dan menemani mereka berkeliling kota sementara mereka di sini.

Pada hari kedatangan orang tua, aku dan Dion sudah berjanjian untuk bertemu di bandara untuk menyambut kedatangan. Aku mengenakan sepotong dress berwarna abu-abu yang sepanjang tengah pahaku dan menutupi belahan dadaku dengan sopan. Seteleh menyelesaikan tugas-tugas di tempat kerja yang paling penting di pagi hari, aku mulai menyetir ke arah bandara sekitar tengah hari. Sambil menyeruput sebuah tall latte di Starbucks, aku membaca twitter akun @NessaLovesMen dan menunggu kedatangan Dion. Tiba-tiba ada sepasang tangan yang menutup mataku, dengan gembira aku berbalik dan memeluk sang pemilik tangan itu. Kukira itu Dion, bayangkan saja kekejutan aku ketika melihat bahwa itu adalah ternyata EDO! kakaknya Dion. (baca Indonesia part 3).

Mengingat sejarah antara Edo dan aku, terakhir kali kami bertemu, aku basah berlepotan sperma Edo dan Andi setelah diperkosa semalaman oleh mereka berdua, dengan hanya mengenakan seragam tim basket yang kotor, aku kabur dari villa Edo dikejar-kejar oleh mereka berdua. Tentu saja kaget sekali aku melihat dia ada di sini sekarang, kaget, marah, takut, galau, semua tercampur menjadi satu.
Edo dengan terang-terangan menatapi tubuhku dari atas ke bawah, berulang-ulang, khususnya menikmati pahaku yang hanya setengah tertutup dress itu. Sementara aku hanya bisa bengong dalam shock. Memang sudah sering kupikirkan tentang kemungkinan bertemu dengan Edo, tapi aku belum sempat mempersiapkan diri untuk itu.

Untung Dion tiba beberapa detik setelah itu, dia dengan protektifnya memeluk aku dengan lengannya yang kokoh.
"Do, dia sekarang jadi cewek gua. Ngerti engga loe ? Ngapain elo dateng ke sini bareng mama-papa ?", ternyata Dion pun kaget melihat Edo datang bersama orang tua
"Haha.. relax bro.. kalem aja. Aku bosen di Jakarta melulu, ya sekalian refreshing lah jalan-jalan nengok elo di sini. Jangan takut.. aku engga suka ngegangguin cewe orang lain koq.", kata Edo sambil mengerlingkan mata. Muak sekali aku melihat orang ini.

Kami bertiga berjalan menuju baggage pick up area, ternyata kapal terbang tiba agak cepat dan orang tua Dion sudah menunggu di sana. Dion memperkenalkan aku dengan mereka, Papa Dion densopan mencium pipi kiri kananku, sementara mama Dion memelukku dengan erat. tampaknya memang Edo satusatunya orang yang kurang ajar di keluarga ini.
"Ness, sorry ya Edo maksa ikutan last minute, katanya dia kangen banget sama Dion. Bisa semuanya masuk ke mobil Nessa enggak?"
Dion dengan cepat menyela," Dion bawa mobil sendiri kok, kita pake dua mobil aja. Aku sama Edo deh di mobilku. " Cowokku itu memang pintar, dia tidak memberi kesempatan untuk Edo memilih mobil gumpangan.

Dalam perjalanan ke hotel, aku mengobrol dengan orang tua Dion dan Edo, ternyata mereka memiliki beberapa showroom mobil dimdaerah Jawa Barat. Dan ternyata villa tempat aku diperkosa oleh Edo dan Andi itu milik mereka, memang Edo sering ke sana setelah dia drop out sekolah. tentu saja mereka tidak tahu apa yang terjadimpadaku di villa jahanam itu. Mereka bahkan menawarkan untuk tinggal berlibur sekeluarga ke sana jika aku pulang ke indonesia.

Kami semua berhanti di sebuah resto untuk makan siang bersama. Dion dan Edo telah tiba duluan dan memilih tempat duduk. aku duduk di tengah antara Edo dan Dion. Papa Dion asyik bercerita tentang berita dari keluarga dan kerabat mereka sambil makan, dan Dion penuh konsentrasi mendengarkan cerita. Tanpa dilihat siapa pun juga, aku merasakan ada jemari yang merambah pahaku, semakin meraba raba keatas hingga tiba di ujung pahaku, tepat di lokasi kemaluanku. sambil memutar mutar, jari tengah itu mulai merangsangku. Aku sempat panik menyadari bahwa Edo sedang mengambil kesempatan dalam kesempitan ini untuk melecehkan aku di tempat umum. Tapi posisiku sebagai tamu keluarga yang juga pacar baru Dion membuatku ragu ragu untuk berteriak ataupun hanya untuk memberitahu Dion, pastilah itu akan menyebabkan perkelahian di antara mereka, dan bisa bisa aku yang dituding sebagai akibatnya.

Jari tengah itu semakin terasa nikmat mengelilingi kemaluanku, ketika aku hampir saja mendesah nikmat, tiba tiba jari itu menarik sedikit celana dalamku dan menyelipkan sepotong kertas ke dalam. Aku secepatnya berdiri dan pergi ke WC untuk menjauhi Edo dan juga untuk melihat kertas yang ditinggalkan Edo. Aku bersandar ke dinding di WC mengejar napasku, dan akhirnya aku melihat ke dalam celana dalamku sendiri. Ternyata kertas itu adalah sebuah foto porno. Tampangku jelas sekali terlihat di sana, tubuhku diapit dari depan belakang oleh dua cowok yang sedang menyetubuhiku dari depan-belakang. Meskipun tampang kedua cowok itu tak terlihat, aku tahu foto itu diambil ketika aku sedang diperkosa di villa Edo. Tak ada pesan-pesan tertulis di secarik foto itu, tapi pesan yang tersirat banyak sekali. Tentunya Edo sedang membuktikan bahwa ia bisa kapan saja menyebarkan foto2 dari masa laluku yang gelap itu. Dan kalau aku pacaran seriusan dengan Dion, tentunya Edo juga mesti kulayani. Aku menyisipkan foto itu ke dalam tas tanganku dan kembali ke meja makan.

Edo dan orang tuanya tinggal di sebuah hotel sementara mereka berkunjung di sini, dalam kamar yang bersebelahan tapi tersambung. Selesai mengantarkan orang tua ke hotel, Dion dan aku sempat mengobrol di lapangan parkir hotel. Aku menunjukkan foto yang diselipkan Edo ke celana dalamku di resto tadi. Seketika itu juga Dion langsung naik darah dan bersumpah akan memukul Edo. Tapi aku sempat menenangkan dia.
'Tenang dulu, tenang dulu.. aku ada rencana.."
"Gak bisa gitu Ness, seenaknya aja, dia udah tau kamu itu pacarku, masak dia mau mengancam seperti ini, kurang aja. Ini aku pukuli dulu dia"
"Tenang. TENANG DULU!!" aku membentak Dion, barulah dia agak tenang.
"Ini rencanaku...."

===================================================================

Setelah aku berhasil menenangkan Dion, aku menceritakan rencanaku. Sejak dulu, Dion tahu bahwa semua foto-fotoku disimpan Edo di sebuah penyimpanan file online, seperti Dropbox atau Skydrive. Namun, hanyalah Edo yang tahu password untuk mengakses file-file itu. Jaringan telepon seluler dan teknologi telepon seluler yang moderen membuat semua itu dapat diakses lewat HP milik Edo. Dan seperti banyak aplikasi-aplikasi lain yang ada di HP, biasanya mereka dapat diakses secara langsung di HP tanpa perlu mengetik password lagi. Jadi aku hanya perlu meminjam HP Edo diam-diam, lalu membiarkan Dion mengakses aplikasi penyimpanan file online, lalu dia perlu menghapus satu persatu foto-fotoku itu.

Lalu kami mulai menjalankan rencana itu, dimulai dengan aku menelepon Edo.
"Do, elo jadi mau apa sih ? Loe gila apa, tadi di resto macam-macam seperti itu. Kalo ketahuan Dion bagaimana ?""Ness, gua tau banget Dion orangnya gimana. Kalau elu udah bilang sama dia, gua jamin 100% dia sudah nyariin gua untuk membunuh gua. Toh gua masih hidup sekarang, jadi gua yang mesti nanya elo.. Kenapa elo engga bilang ke pacar-mu itu hah ? Jujur aja.. elu engga mau bikin ribut kan ? Malu kalo ketahuan orang tuaku, kan ? Gimana tuh, jadi pacar adiknya, tapi sudah sering ngentotin kakaknya, malah sekaligus dicicipi kakaknya dan teman kakaknya. Lonte loe.. " Lagi lagi keluar bicara kasar Edo.
"Jadi elo mau apa sebenernya ? "
"Gampang kok Ness.. gua engga minta yang aneh-aneh, malah yang gua pengen itu elo udah sering banget ngerjain, sama banyak cowok lagi hahahaha..  Gua pengen nyicipin dulu sedikit pacar adik gua. Udah lama juga engga bobok sama elo, kontol gua kangen sama nonok elu nih, toh kan udah mulai ngaceng sekarang juga mikirin ngentotin elo. Nanti bilang ya, apa lebih enak maen sama gua ato sama Dion, jujur lho. "
"Do, gini deh.. elu tau kan aku ini sudah agak seriusan dengan Dion. Jangan terburu-buru bilang seperti itu. Kita ketemuan dulu saja, makan malem barengan, kopi barengan, kita obrolin dulu." Aku berusaha supaya kita bisa hanya bertemu dan aku copet HP-nya sementara kita makan. Menurut rencana aku dan Dion, aku akan mencopet HP Edo, lalu pura-pura ke WC dan aku akan memberikan HP itu ke Dion, yang lalu akan menghapus semua foto-foto. Setelah semua foto terhapus, lalu Dion akan muncul di meja kami dan setelah itu aku tidak lagi perduli jika dia memukuli Edo.

Edo terdiam beberapa saat memikirkan proposalku, lalu:
"Oke Ness. Kamu datang ke sini jam 7 malam, kita dinner barengan. Kita makan di resto hotel ini saja, biar gampang kalau mau nerusin pertemuan kita di ranjang.. ehhh.. maksudnya kamarku hahahaha. Pakai baju yang seksi, jangan seperti tadi siang ketemu orang tuaku."

Sore itu aku mandi terlebih dahulu, lalu mengenakan sebuah wrap-dress dengan ikat pinggang yang tipis. Seperti layaknya sepotong wrap-dress, ada belahan di tengah yang memperlihatkan belahan dadaku di atas, dan jika aku menyilangkan kaki ada belahan di bawah yang memperlihatkan paha putihku sampai ke pangkal paha. Dress itu dipadu dengan kalung emas pemberian Dion dan sepasang anting emas yang menjuntai panjang. Pokoknya aku berpakaian persis seperti sedang nge-date dengan Dion.

Ketika aku keluar dari kamar mandi, Dion malahan tak dapat menahan diri dan langsung memeluk aku sambil memegang sana-sini dan berbisik merayu,"Say, kamu cantik sekali deh, gile gua engga bisa berhenti nih.. kita short-time dulu di kamar yuuuk...". Tangan kirinya telah memasuki gaun bagian atasku, mengusap-usap buah dadaku yang tidak dilindungi bra malam ini, dan memilin putingku perlahan.
"Say, jangan gitu dong.. nanti aku terlambat nih.."
"Ayo deh Ness, aku bisa cepet banget kok.."
"hrhhhhh... bener nih ?"
"Iya, engga usah di kamar deh, di sini saja"

Dion mengangkat tubuhku dengan berpegangan ke pantatku, lalu dia menaruh tubuhku di atas meja makan yang tepat tingginya. Dengan cepat dia membuka ritsleting sendiri, lalu menyingkapkan celana dalamku yang memang minim sekali. Aku mendesah penuh kepuasan ketika kejantanannya menyeruak ke dalam kewanitaanku.

"Hmm.. Ness.. Say.. inget engga kamu dulu suka pacaran dengan bule-bule itu sebelum dengan aku ?" Dion bertanya sambil memompa keluar masuk.
"I.. Iya.. dulu ya.." Aku berusaha meladeni Dion di tengah kenikmatan itu.
"Inget dulu aku suka mencicipi kamu dulu sebelum kamu ditiduri bule-bule itu ?"
"Iya.. i..i.. aku inget... aku suka banget deh.. sperma kamu meleleh keluar dari aku. Ketika bule-bule itu membuka celana dalamku, biasanya ada sperma kamu di celana dalamku. Lalu mereka menggenjotku di ranjang mereka, kontol mereka mengocok-ngocok sperma kamu di dalam aku, sampai akhirnya mereka keluar... dan.. dann... " Aku meladeni Dion mengomong jorok sambil bercinta.. tapi tanpa sempat memberesi, dia sudah keburu keluar di dalam. Aku agak terkejut karena biasanya dia bisa bertahan lama sekali, tapi mungkin cara aku berpakaian, atau karena aku sebentar lagi akan nge-date dengan kakaknya, ataupun omongon jorok kami berdua membuat Dion jadi terangsang sekali.

"Sori yah Ness.. gua tau kamu belum keluar.."
"Ga papa say.. nanti malam kita terusin ya ?" Aku mengecup cowokku tersayang sambil mengelus-elus rambutnya.
Perlahan-lahan Dion mengeluarkan penisnya dari antara pahaku. Aku terbaring di meja makan beristirahat sejenak mengejar napas dari percintaan yang hot itu. Ketika aku berdiri, cairan benih Dion mengalir keluar, aku harus mengambil banyak tisu untuk mengeringkan semua itu. Lalu aku merapikan baju, celana dalam, dan rambutku.

Dion yang menyetir mobil, aku duduk di sebelah, sambil mengurut batang Dion yang sudah mengeras kembali. Aku tersenyum melihat cowokku yang memang mudah terangsang itu. Ketika kita tiba di hotel, seperti yang kami rencanakan sebelumnya, Dion akan duduk di bar menungguku mencopet hp Edo. Aku lalu memanggil kamar Edo dari courtesy phone di lobby.
"Do, aku sudah di sini. "
"Datang ke kamatku dong say. Aku masih sedang siap siap nih."
"Jangan pernah manggil aku say. Aku bukan sayangnya kamu."
"Wuih. galak sekali. oke bos. Mau datang dulu ke kamarku? Nonton TV sebentar lah, duduk dulu."
Kupikir, lebih banyak kemungkinanku mencuri telepon Edo di kamar ketika dia berpakaian. Aku pun mengiyakan dan menuju kamar Edo.

Ketika tiba, Edo memang baru saja selesai mandi dan sedang mengenakan kemeja.Aku duduk di sofa sambil menonton sepakbola. Edo sibuk berkutat dengan ritsluiting kopernya, rupanya agak macet. Aku mengambil kesempatan itu untuk merogohi tas dan jeans Edo untuk mencari cari tlepon genggam Edo. Untung dapat kutemukan secara mudah, aku sembunyikan ke dalam tas tanganku.
Tak lama kemudian Edo beres berpakaian, kami keluar kamar hotel menuju elevator. Edo memaksakan tanganku memegang lengannya seperti sedang pacaran. Kadang kadang dia kurang ajar sekali memegang pinggul dan pantatku, seprti aku ini pacarnya sendiri.

Kami duduk di tepi kaca jendela menuju danau di luar, diterangi sebuah lilin yang menyala kecil. Sungguh suasana yang romantis, kalau saja Edo bukan sedang berusaha meniduri pacar adiknya sendiri.
Aku yang memulai pembicaraan di sisi bisnis.
"Do, gini deh, apa sih yang elu mau?"
"Ness, gua orangnya ini engga gila koq, akupun nyadar kalau kamu suatu hari mungkin menjadi adik iparku. Gua engga mau memeras terus terusan, gua engga mau menjadi pacar kamu. Tapi sejak kamu jadian sama Dion, aku jadi sering mikirin jorok tentang kamu," senyum cabulnya mulai mengembang. "Gini Ness, cewek gua biasanya engga ada yang tahan lama. Aku putusin mereka melulu, soalnya setelah ngentotin mereka sekitar tiga bulan, aku boseeeennn deh. Jadi aku putusin. Kamu ada di sini, jauh dariku, tapi aku pasti setelah nyicipin kamu selama tiga bulan, pasti aku juga bosen sama kamu, dan kamu bisa kembali ke Dion. Tapi sebab jarak yang jauh, aku ingin batas waktu diganti menjadi jumlah pertemuan, tepatnya 200 kali. Kalau kamu datang malem malem dan ngentotin aku empat kali semalaman, it dihitung empat kali.Kalau banyak tidurnya, kurang goyang goyang enaknya, itu dihitung sekali. Kalau kunjungan kali ini kita hanya bisa tidur bareng dua kali, sisanya bisa ditebus kalau kamu pulang ke indonesia, tapi mesti dalam batas waktu satu tahun. Kala semua itu terpenuhi, aku buktikan bahwa semua foto kamu akan kuhapus."
Aku mengangguk tanpa banyak bicara, lalu permisi berpura pura ke wc untuk memberikan HP Edo ke Dion.

Kembali ke meja makan, sambil mengobrol kiri kanan, aku mengulur waktu supaya Dion bisa menghapus semua fotonya. Setelah sekitar sejam berlalu tanpa muncul tampang Dion di mejaku (seperti yang direncanakan), aku mulai panik.. apa Dion gagal login ke akun penyimpanan file itu ? apa dia tidak sempat menghapus semua foto-foto ?  Aku lagi-lagi berpamitan ke Edo untuk pura-pura pergi ke WC. Sebelum aku tiba di pintu WC, Dion sudah menyergapku, tampangnya panik.
"Ness, banyak sekali fotonya, dan wi-fi di sini lelet banget nih jadi pelan. Gua mau cari tempat lain yang lebih cepet internet-nya."
"Elo gila ya, kita udah mau beres makan malemnya. Elo tau kan apa yang terjadi sesudah makan malam." Tatapan Dion bilang bahwa dia tau apa yang akan terjadi.
"Gua kembali secepetnya.. ulur terus waktunya ya.. jangan sampai diajak ke kamar say, bilang elu masih mau minum kek atau mau dessert. plis.. "
"Ya udah.. buruan.. kembali secepatnya yah.."


Dion mengecupku di bibir, lalu tergesa-gesa pergi mencari wi-fi yang lebih cepat. Aku menghela nafas dalam dalam, lalu berjalan kembali ke meja makan.


"Ness, udah siap ?"
"Aku mau minum dikit lagi dong, baru aja segelas wine tadi"
"Oke.. sini gua pesenin deh." Edo memanggil waiter, lalu memesan scotch whisky buat kami berdua.


Beberapa shot glass kosong berletakan di meja kami, kepalaku semakin berat terasanya dan badanku rileks sekali. Sementara itu Dion masih belum saja datang. Edo memanggil waiter dan membayar bill. Aku berusaha mengulur waktu lagi dengan memesan secangkir kopi, tapi Edo mulai tak sabaran dan akhirnya menarik tanganku berjalan menyeberangi lobby ke arah elevator dan kamar. Otakku serasa berkabut dipengaruhi alkohol, jalanku sudah tidak bisa lurus lagi, tapi mataku mencari-cari Dion dengan panik. Aku tidak ingin melayani si iblis ini, apalagi dengan mengkhianati cowokku sendiri.

Bell elevator berbunyi, pintu elevator membuka. Kami berdua berjalan mabuk ke dalam elevator memapah satu sama lain. Elevator kaca yang menghadap atrium lobbymulai perjalanan ke lantai atas, ketika aku melihat Dion berlari masuk ke lobby terus ke restoran.. Bukan di sana say!!  Aku ingin berteriak tapi agak terlambat. Toh nanti Dion akan mencari ke kamar Edo.. jangan takut Ness. Aku menenangkan diri sendiri..

Tanpa kusadari, ternyata elevator berhenti di lantai yang beda dengan kamar orang tua dan kamar Edo. Sialan.. ternyata dia book kamar terpisah supaya tidak terdengar orang tuanya mengentoti cewek adiknya sendiri. Aku sudah setengah sadar, dipapah Edo ke dalam kamar dan ke atas ranjang. Tak ada kemungkinan Dion bisa mencariku di kamar yang baru ini, semuanya sekarang tergantung aku sendiri. Tangan Edo mulai mempreteli ikat pinggangku, satu-satunya benda yang menutup dressku, tapi ternyata dia terlalu mabuk untuk itu. Sambil mendengus frustrasi, Edo berpindah sasaran ke celana dalamku, dengan sekali sentak dia merobek celana dalamku dan membuang potongan kain itu ke samping. Lalu dia membuka ritsluiting dia sendiri, aku tak mampu berbuat apa-apa untuk menghalangi Edo lagi. Dengan satu goyangan pinggulnya, Edo membenamkan seluruh kejantanannya ke dalam tubuhku.

"Hrh... kaamuu... kammuu sudah bassssaaah seeekkalliii Nesss.." Edo bicara mabuk, tentu saja dia tak menyadari bahwa kebanyakan cairan itu adalah sperma dari adiknya sendiri.
"A.. aakkuuu.. " Aku tak mampu menyelesaikan kalimatku.
Kami berdua masih terus bersenggama dalam keadaan mabuk itu, pinggul kami bergoyang-goyang saling beradu. Kondisiku yang sangat mabuk dan horni menggantung setelah disetubuhi Dion tadi sore, membuatku orgasme tak lama kemudian. Kedua tanganku berpegangan menarik pantat Dion untuk menghujamkan kemaluannya lebih dalam, sementara aku berteriak keras menikmati gelombang orgasme yang menghantamku.
Edo tersenyum mabuk menyadari bahwa dia telah menaklukkan aku dengan hanya beberapa goyangan pinggul.

Berikutnya keluarlah sifat sifat kasar dia. Tangan kanan Edo menampar pipiku dengan keras, lalu memaksa mulutku mengorali kemaluannya yang dilumuri cairan kewanitaanku sendiri. Setelah puas dengan servis mulutku, dia mendorongku telentang di atas lantai, lalu dengan kasar memasukkan kemaluannya kembali ke dalam vaginaku. Dengan satu tangan mencekik leherku dan satu tangan lagi memutari tombol kenikmatanku, dia kembali menyetubuhi pacar adiknya sendiri. Pinggul kami berdua bergoyang-goyang memacu tubuh masing-masing menuju kenikmatan.
Edo berbisik di leherku,"Ness, inget celana dalem elo dari malam itu waktu elo diperkosa ? Gua setiap hari coli pake potongan kaen itu. Uhhh.. Uhhhhhhhh.. " Dia menghujamkan penisnya dalam-dalam, dan menambah jumlah sperma yang berkeliaran di dalam rahimku. Rangsangan dari jemarinya juga membawaku ke orgasme kedua malam itu. Beda dari percintaanku dengan Dion siang tadi, tak ada rasa kasih sayang sama sekali di sini. Yang ada hanyalah pemuasan nafsu binatang belaka.

Edo lalu mengeluarkan kemaluannya sambil terngos-ngosan, dia menggunakan potongan kain dress-ku sebagai lap membersihkan penisnya, lalu ambruk tertidur di samping aku.
Aku pun terlelap di samping Edo saking capainya melayani nafsu seks dia dan mabuknya aku.

Tengah malam itu, aku dan Edo sempat melakukan perbuatan bejat itu beberapa kali lagi. Akhirnya aku tertatih-tatih berjalan keluar dari kamar Edo sekitar pukul 2 pagi, dan menemukan Dion yang menunggu di lobby hotel. Tanpa banyak bicara, dia menggenggam sikutku dan membawaku ke mobilnya di tempat parki. Di sana, aku lagi-lagi harus melayani pria dari keluarga yang sama di jok belakang mobil. Namun rasanya agak beda kali ini. Dion hanyalah melampiaskan nafsu dan pembalasan dendam atas pengkhianatanku. Tubuhku seolah-olah sepotong daging lezat untuk permainan seekor singa. Setelah akhirnya semua itu berakhir, aku yang memulai pembicaraan:
"Dion, maafin gua ya."
"Ness, elu selingkuh dengan kakak gua sendiri. Aku engga bisa maafin itu"
"Maafin aku say, aku tadi mabuk, dan kalo aku nolak Edo, kamu kan engga bisa ngapus foto-fotoku"
"Foto-foto kamu udah beres aku hapus. Tapi aku tetap engga bisa maafin kamu."

Aku menangis sesenggukan di jok penumpang mobil Dion, sementara dia menyetirku kembali ke rumah. Dengan suatu pengkhianatan seks yang menyakitkan, berakhirlah hubungan paling serius yang pernah aku alami.

Sunday, March 02, 2014

The worst cousin part 2

Aku terbangun pagi itu oleh suara-suara dari dapur apartemen Indra, dimana mesin capuccino sedang mendengus-dengus mengeluarkan uap panas untuk menyeduh kopi espresso. Sepertinya Indra sedang membuat breakfast untuk kami berdua. Aku berdiri masih telanjang di tengah kamar tidur Indra, ternyata Indra telah mengeluarkan sebuah gaun mandi untukku, yang disampirkan di sebelah ranjang. Aku mengenakan gaun itu dan melihat-lihat isi kamar tidur Indra. Memang sudah beberapa kali aku bermalam di sini, tapi biasanya kami masuk tergesa-gesa untuk bercinta secepatnya, dan aku biasanya berjingkat-jingkat meninggalkan apartemen Indra dalam kegelapan.

Ada foto-foto Indra ketika dia sekolah di San Francisco, foto dengan orang tua ketika wisuda, foto-foto Indra dan kakaknya yang bertampang manis sekali. Di pojok tembok berisi foto-foto itu, ada sebuah foto aku, satu satunya foto yang tak ada Indra maupun keluarganya. Aneh juga, kupikir, entah mengapa dia memasang fotoku di sini.

Puas melihat-lihat, aku berjalan menelusuri suara mesin capuccino dan menemukan Indra sedang menuangkan nasi goreng dari wajan ke dua piring. Tanpa terlihat oleh Indra, aku mendekati dia dari belakang dan memeluknya erat-erat.
"Lho. lho.. udah bangun toh! eh.. ini hati hati nasi goreng panas lho.. ayo diminum dulu capuccinonya baru dibuat"

Tanpa menghiraukan ocehan Indra, aku menurunkan celana pendeknya di dapur, dan aku bersimpuh di depan Indra, menjilati kemaluannya sambil sesekali memasukkan seluruh panjangnya ke dalam leherku. Indra mulai diam berkonsentrasi ke arah kemaluannya yang menegang dengan cepat, tangannya yang besar memegang kepalaku dan mulai menggoyang-goyangkan penisnya keluar masuk mulutku. Ketika benda itu sudah sangat tegang, Indra menarik t-shirtnya lepas. Dengan sekali rengkuh, dia mengangkat tubuhku ke pundaknya. Persis seperti seekor gorila yang membawa sepotong daging makanan kembali ke gua, Indra membawaku kembali ke kamar tidurnya, dia menarik gaun mandi itu lepas dari tubuhku dan menaruhku di ranjangnya. Ketika dia berlutut di antara kakiku, kemaluanku telah basah setengah mati siap untuk di setubuhi oleh pejantan. Kurasakan ujung bulat kemaluannya berusaha mencari-cari jalan ke arah lubang kewanitaanku. Perlahan-lahan Indra menyetubuhiku pagi itu. Diterangi sinar pagi hari di kota Jakarta, kami berdua memadu cinta di kamar tidur itu dengan kaca jendela yang terbuka lebar tanpa ditutupi korden. Tanpa perduli tentang apa-apa lagi di dunia ini, aku menggoyangkan pinggulku untuk memuaskan kekasihku yang dengan sabarnya memeluk aku yang menangis tadi malam. Aku menyodorkan payudaraku untuk bergantian dijilati oleh Indra, sementara tangan Indra sibuk mengusap-usap tombol kenikmatanku.

Indra berhenti sebentar dari goyangan pinggulnya untuk memutar posisi tubuhku menyamping. Dengan memegang tungkai kiriku, dia kembali menusuk-nusukkan kemaluannya dan menyatukan jiwa raga kami. Tanganku kiriku mengusap payudaraku sendiri untuk mencari kenikmatan.
Tanpa berusaha untuk keluar berbarengan, gelombang orgasme itu menyambar kami berdua bersamaan. Aku merasakan kemaluannya mengejang keras di dalam tubuhku dan menyemprotkan cairan benih langsung ke dalam rahimku. Kami berdua saling mengadu kemaluan kami untuk memeras kenikmatan itu sampai titik terakhir.

Indra akhirnya ambruk di belakang tubuhku, kemaluannya masih agak tegang menancap di antara pahaku. Dia memeluk pinggangku dari belakang dan kami sempat tertidur sesaat, sebelum akhirnya kami berdua bangun untuk sarapan pagi bersama. Dengan dipangku oleh Indra, dia menyuapiku nasi goreng hasil karyanya dan aku menyeruput capuccino yang hangat. Sambil menikmati makanan pagi yang lezat, kami bertukar cerita tentang kehidupan kami masing-masing di Jakarta dan di San Francisco. Tanpa ditanya, aku menceritakan segalanya tentang Eva dan Rudi. Indra hanyalah mengangguk-angguk tanpa berkomentar sedikitpun. Ketika aku selesai dan mataku basah dengan air mata, dia lagi-lagi hanya memeluk aku erat-erat.

Selesai makan pagi, aku menaruh kedua tangan Indra di buah dadaku, dan mengarahkan kami berdua ke dalam bilik shower. Sekali lagi kami memadu kasih di bawah pancuran shower yang hangat. Lengan Indra yang berotot menarik pinggulku sambil membenamkan kemaluannya dalam-dalam. Di tengah gemericik air itu, erangan dan desahan kami berdua bersahut-sahutan, semakin lama semakin cepat, hingga akhirnya Indra meremas payudaraku dengan keras dan kejantanannya menyemburkan lendir kelamin di dalam rongga kewanitaanku. Kami berdua mengejar napas sebentar lalu membilas tubuh satu sama lain.

Seperti layaknya seorang pacar yang penuh sayang, aku memilihkan kemeja, celana panjang dan dasi untuk Indra hari itu. Sambil hanya mengenakan gaun mandi, aku memberikan ciuman perpisahan ke Indra yang berangkat kerja. Sebelum dia masuk ke dalam lift apartemen, aku sempat menarik gaun mandiku terbuka dan memperlihatkan tubuh telanjangku ke Indra, yang dibalas dengan senyuman lebar dari kekasihku.

Akhirnya aku mengenakan kembali kemeja dan jeansku dari hari kemaren, mengeringkan rambutku dan mengenakan parfum Indra yang kutemukan di kamar mandinya. Sebelum meninggalkan apartement Indra, aku menaruh souvenir di ranjang Indra berupa celana dalam g-stringku yang dihiasi cetakan lipstick dari bibirku. Cairan sperma Indra yang mulai mengalir dari kewanitaanku mengingatkan aku bahwa kami tidak mengenakan pengaman anti kehamilan apapun tadi pagi.

Lalu aku pun kembali ke rumah orang tuaku menjadi Vanessa, gadis perawan yang alim dan masih lugu dalam soal pria, tapi dia bukan seorang wanita pengganggu rumah tangga orang lain. 

The worst cousin

Halo para pembaca sekalian, sudah agak lama Nessa enggak sempet menulis update di blog ini. Belakangan ini, aku dan Dion berjanji akan pacaran serius dengan satu sama lain, berarti dia tak boleh lagi melayani cewek-cewek di kampus yang ingin memegang bisepnya yang besar, ingin merasakan otot perut-nya yang six-pack, ataupun yang ingin mencicipi kemaluannya. Sedangkan aku, tak boleh lagi menghiraukan cowok-cowok yang mengajak check-in, yang membelikan minuman keras ketika dugem, ataupun yang sering mengirimkan e-mail cerita cerita panas (termasuk beberapa pembaca blog ini! :) ).  Hampir setiap malam aku bersama Dion, entah hanya menemani dia belajar, menonton TV berdua, clubbing, ataupun bercinta dengan hanya diterangi beberapa lilin yang temaram. Kadang-kadang aku memasak makanan malam spaghetti kesukaan dia dan kami berdua berolahraga di fitness center sekolahnya sampai malam. Ya.. kehidupan petualanganku berkurang drastis, dan akibatnya bahan untuk bercerita di sini pun berkurang.

Tapi untung aku masih bisa melihat diary-ku dari tahun yang lalu dan bercerita tentang petualanganku yang lama. Ini adalah salah satu dari petualangan itu. Tepatnya ketika aku berkunjung kembali ke Indonesia setahun setelah perkawinan sepupuku Eva di tahun 2007. Dikarenakan panjangnya cerita ini, aku membagi menjadi dua bagian, yang akan beres di ketik dan di post akhir minggu ini. (pertama kalinya Nessa menjanjikan posting cerita menurut jadwal!).

Nessa tahu, topik kali ini mungkin memicu opini yang keras dan mungkin sedikit kontroversi. Banyak keluarga yang telah mengalami sendiri subjek cerita ini, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. Seperti biasanya, Nessa mengundang semua pendapat, saran, sharing cerita, baik di e-mail nessa - nessagurl@gmail.com maupun di fesbuk nessa, ataupun melalui komentar di posting artikel ini -- ha te te pe :// vanessadiary-dot-blog-spot-dot-com, ataupun akun twitter nessa : @NessaLovesMen


Saturday, December 28, 2013

Reopening

Setelah beberapa bulan blog ini tutup, rasanya ada yang hilang dari hidup Nessa. Toh ini tempat dimana Nessa bisa bebas bercerita tentang apapun yang terjadi, tanpa harus merasa takut orang orang yang hanya bisa menggurui. Jadiii..ya diteruskan lah.. Nessa bakal terus menulis blog di sini, moga2 masih ada teman2 yang membaca dan menikmati cerita2 Nessa dan bisa bertukar pendapat(tanpa menggurui). Kalo ternyata sudah tidak ada pembaca, ya tak apa apa.. Nessa tetap bercerita di sini dan melepaskan beban batinku.