Thursday, July 02, 2015

Kapten tim basket -- bertemu lagi

Tubuh lelaki yang kekar berotot bergoyang-goyang di atas seorang wanita yang telanjang bulat. Mulut sang pria itu menjelajahi leher wanita, inci demi inci mencicipi kenikmatan bersama. Otot punggung pria itu terlihat dengan jelas diterangi matahari pagi di kamar tidur. Sang wanita menggigit bibir sendiri berusaha menahan erangan dan lenguhan napsu yang keluar dari mulutnya. Rambut hitamnya berurai mengelilingi kepala kedua insan yang sedang saling memagut dan menjilati. Kedua lengan lelaki itu memegang kencang pinggul sang wanita, seolah-olah ingin menambah dalam tusukan kelamin menyatukan raga mereka. Sepasang payudara bergoncang-goncang dengan setiap hujaman penuh kenikmatan.

"Don.. ahh.. ahh.. pelan-pelan... aku.. aku sudah mau keluar lagi.. pelann. pelannnnnn... pelann.. Donnnnnnn", lirihan sensual keluar dari bibir wanita ditengah puncak asmara, diikuti dengan tubuhnya mengejang menikmati gelombang kenikmatan yang pelan-pelan turun kembali ke bumi. Pria itu -- Don -- dengan sabar memberi wanita itu kesempatan mengejar napasnya, lalu mulai membangun gelombang cinta berikutnya dengan jilatan-jilatan di buah dada sang wanita. Pinggul mulai bergoyang lagi, semakin lama semakin cepat. Tangan meraba-raba tubuh wanita yang begitu sempurna, semua daerah yang biasanya tertutup baju, dijelajahi dengan bebas ditengah persetubuhan. Sampai akhirnya pria itu tidak sanggup menahan nafsunya, tanpa banyak peringatan tiba-tiba dia memeluk wanita telanjang itu erat-erat sambil mendorong pinggulnya ke depan sedalam mungkin untuk menanamkan benih benih cinta.

Mereka berdua telentang di ranjang, mengejar napas masing-masing sampai alarm pagi berbunyi. Sang wanita lalu duduk di tepi ranjang, mempertontonkan punggung yang halus dan polos kepada Don. Dia memungut celana dalam yang tercecer di lantai, lalu mengenakan beha yang dilempar secara terburu-buru tadi malam.
"Aku mesti pulang dulu ke rumah, mandi lalu mesti pergi kerja. Thanks ya Don.. ", wanita itu lalu mulai mengenakan wrap dress hitamnya, lengan kiri, lalu lengan kanan dan akhirnya mengikat simpul di pinggang. Dia merapikan sedikit rambutnya yang acak-acakan, lalu memasang ikat rambut.

"Engga mau ikutan tidur bentar lagi di sini? Nanti aku bangunin setengah jam lagi"
"Nanti terlambat kerja.. aku tahu kamu pasti mau lagi ya", wanita itu dengan cepat memberi ciuman di kening sang lelaki, lalu menjauhi di luar jangkauan Don yang berusaha menangkap lagi wanita itu, "haha.. kurang cepat kamu"
"capek nih.. kamu bikin aku kecapekan Ness. Aku habis diforsir.. "

Aku berdiri di pintu kamar itu, menikmati pemandangan yang disuguhkan Doni, telanjang di atas ranjang dimana kami baru saja bergumul dalam gelora nafsu sejak tadi subuh. Tubuhnya yang berotot dan kekar masih sama seperti terakhir kali kami bercinta beberapa tahun yang lalu. Kejantanannya yang berlumuri cairan kami berdua tergeletak setengah ereksi di paha kirinya. Aku memberikan satu lagi blow-kiss, lalu mengambil dompet dan kunci mobilku dari ruangan tamu. Satu lagi tegukan anggur merah dari gelas di ruang tamu, lalu aku berjalan keluar dari apartemen Doni. Sinar matahari pagi menyambut aku berjalan menyeberang lapangan parkir ke mobilku. Cairan sperma Doni mulai merembes celana dalamku, sebentar lagi akan mulai mengalir turun di pahaku. Aku hanya tersenyum memikirkan itu semua -- toh aku sudah seorang wanita dewasa yang bebas melakukan apa saja, tanpa terikat perkawinan ataupun pacar yang tetap.

Sambil menyetir pulang, aku masih bisa merasakan sensasi tadi malam - bibir Doni menciumi pangkal pahaku ketika aku menyetir pulang ke apartemen dia, tangan Doni yang agak kasar menyusup ke dalam dress dan behaku untuk meremas-remas buah dadaku, kami berdua berciuman di sofa Doni lalu perlahan-lahan pindah ke kamar tidur, renggutan Doni menarik celana dalamku dan aku mengangkat pinggulku untuk membantu Doni melepaskan lapisan kain terakhir antara kami berdua.

Terakhir kalinya aku bertemu Doni itu di tahun 2007, ketika dia selesai meraih gelar S1 di Amerika dan kembali ke Indonesia. Aku turut mengantarkan Doni ke airport bersama dengan belasan pelajar indonesia lainnya. Ketika itu, Doni masih marah denganku, dia tidak bisa terima apa yang terjadi gara-gara Indra. Dia menghindariku di airport, dan dia terbang ke Indonesia tanpa bersalam tinggal denganku. Tak lama setelah itu, giliran Indra yang kembali ke tanah air. Aku sendiri kembali ke Indonesia sejak dua tahun yang lalu untuk tinggal lebih dekat dengan orang tuaku.

Tengah hari kemarin, aku sedang duduk di kantorku berkutat 12 ronde dengan sebuah finance model di spreadsheet. Terdengar ketukan di pintu, bosku masuk untuk memperkenalkan seorang manajer baru di departemenku, namanya Agus, ternyata dia lulusan universitas yang sama denganku. Matanya agak nakal mengincari buah dadaku yang dibungkus dress hitam dengan celah dada yang agak menjorok turun, meskipun tampangnya alim sekali. Bosku tidak memberi waktu banyak untuk mengobrol, masih ada manajer2 senior lain untuk diperkenalkan. Aku pun kembali berkutat dengan spreadsheetku.

Sore itu, seperti biasanya kantor kami mengadakan happy hour di bar hotel terdekat untuk setiap manajer baru di perusahaan. Aku biasanya hanya minum satu ronde, lalu pulang ke rumah. Tapi kali ini aku tidak pulang secepat itu. Capek sekali rasanya hari ini kerja di komputer seharian, aku memutuskan untuk minum-minum sedikit lagi. Dari satu minuman, menjadi dua, tiga, empat. Apalagi setelah seorang bule yang jangkung ikut minum denganku. Entah berapa ronde minuman sudah kami habisi, semua teman-teman kantor sudah pulang, tinggal kami berdua minum dan tertawa-tawa di pojokan bar yang gelap. Suasana semakin remang dan romantis, aku tidak menolak ketika dia mendekati bibirku dan menciumku. Aku tidak menolak juga ketika jemarinya perlahan menuturi pahaku, semakin naik di bawah rok. Aku tidak menolak ketika jarinya menemukan celah kewanitaanku yang sangat basah di balik celana dalam thong. Aku hanya melenguh sedikit ketika jarinya bergerak keluar masuk tubuhku.

Kami terus berciuman dan merangsang satu sama lain di pojok itu, sampai nafsu birahi sudah hampir mengambil alih akal sehat. Dia berbisik,"Ness, aku cek in dulu ya.. lalu aku SMS nomer kamarnya"
Aku hanya mengangguk sambil mengejar napas. Setelah menunggu beberapa menit, teleponku berbunyi menandakan SMS telah diterima. Aku menarik napas dalam dalam, berdiri merapikan dressku, lalu berjalan ke arah elevator hotel ke lantai 25. Pintu kamar yang dituju sudah terbuka diganjal kursi. Malam sudah larut, tidak ada tamu hotel lain di koridor. Aku dengan cepat menyelinap ke dalam kamar itu yang diterangi hanya sebuah lampu di pojok kamar. Jendela menuju Bundaran HI terbuka lebar, bule itu terlentang bugil di atas ranjang. Sudah jelas sekali apa yang akan terjadi berikutnya. Aku membuka ikatan dressku perlahan sambil berjalan ke arah ranjang. Aku melepaskan beha, lalu bersimpuh di depan kemaluan yang berdiri tegak.

Bule itu menengadah dan memejamkan mata menikmati kuluman dari gadis asia ini di kemaluannya. Sesekali aku menghisap, dilanjutkan dengan kocokan tanganku. Ketika aku menghimpit kemaluan pria itu dengan buah dadaku, dia menggeram puas, lalu mengambil alih kontrol dengan memegang pundakku, lalu menggesek kemaluannya dengan cepat. Penisnya yang basah mengkilap bergerak cepat menyembul di celahan dadaku. Dia memegang kedua pergelangan tanganku untuk menarik aku berdiri. Dengan nada menuntut, dia menyuruh aku melepaskan celana dalamku lalu berpegangan menghadap ke jendela menuju Bundaran HI.

Aku serasa diaduk aduk dengan sebuah tongkat yang panjang dan tebal. Kedua tangan bule itu, seperti banyak lelaki lain yang sudah pernah kutiduri, asyik mempermainkan puting susuku, memancing gairah birahiku. Sesekali tangannya meremas buah dadaku dengan gemas, memacu lenguhan nikmatku. Aku yang pertama tama orgasme di malam itu, tubuhku lemas jatuh didepan kemaluan bule itu yang masih tegak sekali. Bule itu merenggut rambutku mengarahkan kemaluannya ke mulutku. Dengan senang hati aku membuka mulut memberikan kenikmatan pada pria asing itu.

Sekitar jam 4 pagi aku mengendap turun dari ranjang, bule itu kubiarkan tertidur pulas telanjang. Kami baru saja selesai bercinta lagi setengah jam yang lalu. Aku berkeliling kamar memungut dress, beha, celana dalam, sepatu hak, dan tas. Di dekat pintu kamar, aku mengenakan kembali pakaianku satu persatu, rambutku disanggul di atas kepala. Leherku terasa lengket dijilati setiap kali kami bercinta tadi malam. Aku melihat lagi pria telanjang itu until terakhir kalinya, lalu membuka pintu menuju koridor kamar hotel.
Tiba tiba ada pintu kamar lain yang dibuka perlahan, sepertinya ada petualang malam lain yang menyelinap meninggalkan pasangannya. Aku menatap ke lantai, risih memperlihatkan mukaku tertangkap basah keluar dari kamar hotel di subuh hari. Dari sudut mataku, sesosok manusia keluar dari kamar yang gelap dan perlahan menutup pintu agar pasangan cinta di kamar tidak terbangun. Dia membalik badan menghadap aku yang berjalan secepat mungkin sambil menatap lantai. 

"Ness?? Vanessa?? Hey hey!" Aku bingung dan malu dipanggil seperti itu, toh tadinya aku mau menyelinap pulang. Tapi ternyata... "Doni?? Lho.. Ngapain kami disini?" Tampangnya yang handsome melihat aku dari atas sampai kebawah, lalu,"dari penampilan elo, kayaknya sama seperti elo." Disusul senyuman yang menggemaskan. 

Kami yang tadinya mau menyelinap meninggalkan pasangan kencan masing masing untuk pulang tidur, malah akhirnya mengobrol di lobby hotel yang sudah sepi. Ternyata Doni sekarang menjadi finance manager di salah satu perusahaan terbesar di Indonesia. Dia masih sering main basket dengan Budi, dan dia hampir menikah sekitar dua tahun lalu, tapi tak direstui orang tua.

"Don, sekarang jadi sering bertualang malam ya? Cewenya tadi siapa tuh?", aku menggoda. 
"Namanya Sila, mau gua kenalin?", muncul lagi senyuman nakal itu. 
"Engg mau ah, lagi capek nih. Mungkin besok aja ya" 
"Capek? Gua kirain masih mau maen sama gua. Baru jam 4 pagi nih, en baru ketemu bekas kekasih di sini. Ikut pulang ke apartemenku yuk.", tampangnya Doni setengah serius. 
Aku memutuskan untuk mencuekin godaan itu. 
"Capek nih. Elo bukannya masih marah sama gua? Waktu itu nggak mau ngomong sama gua di airport."
"Hahaha... Akhirnya gimana tuh loe dan Indra?"
"Kita pacaran sebentar, terus dia pulang ke Jakarta"
"Sekarang masih sering... ehem..ketemu?" Terang terangan dia menanya apa aku masih sering tidur dengan Indra. 
"Kadang-kadang. Elo gimana? ada yang nungguin di rumah engga?"
"Ya, dia sekarang sedang tidur di ranjang gua di rumah."
"Haa?? cewek elu di rumah, dan elu malah maen sama cewek laen di hotel???"
"Gimana ya.. abis yang di rumah itu penuh bulu di mana-mana, dan kalo tidur lidahnya sering keluar. Kadang-kadang suka melolong juga kalo lagi ngimpi buruk"
Aku memukul lengan atas Doni sekeras kerasnya,"Dasar loe.. gua kirain cewek manusia, ternyata binatang piaraan ya?"
Doni menangkap tanganku, genggaman-nya kuat seperti dulu. Tangan kanan dia memegang kepalaku dan dia malah mencium dan mengulum bibirku. Perlahan tanganku turun ke dadanya, sementara tangan Doni malah turun ke pantatku, meremas-remas.
Dengan napas terburu, Doni berbisik di telingaku,"Ness, ke apartemenku, sekarang juga."
Aku menggigit bibir bawahku,"Don, aku baru saja tidur dengan cowok lain."
"Ness, aku engga peduli. Aku udah engga tahan. Please please, datang ke apartemenku."
Ketika kami berpacaran dulu, biasanya setelah puas bersetubuh denganku beberapa ronde, kemaluan Doni sudah tertidur sampai pagi. Tapi sekarang jelas-jelasan ada tonjolan besar di celana panjangnya.
"Don, elu kurang puas tadi sama Sila ya?"
"Ness, sama cewek lain aku engga bisa seperti sama elo. Aku bercinta dengan kamu tuh selalu sampai diforsir capai. Dengan cewek lain, aku engga senafsu itu. Ayo dong.. please.. "


Aku mengangguk lemah. Kami berdua berpegangan tangan berjalan ke mobil Doni.