Tuesday, March 11, 2014

Awkward Family Meeting

Di posting sebelumnya, aku bercerita bahwa hubungan antara aku dan Dion sudah semakin serius, kami sekarang resmi pacaran, dan setiap hari dan malam kami sering lewatkan bersama. Seiring dengan keseriusan dalam hubungan ini, tentu saja semakin besar keharusan bertemu dengan orang tua sang pacar.

Orang tua Dion memang sudah merencanakan untuk datang menjenguk Dion sejak beberapa bulan yang lalu. Sudah cukup lama anak mereka yang bungsu ini memulai sekolah di luar negeri, dan mereka ingin memastikan Dion tak kekurangan suatu apa pun. Sebagai seorang pacar yang resmi, tentunya aku harus turut menyambut orang tua Dion, dan menemani mereka berkeliling kota sementara mereka di sini.

Pada hari kedatangan orang tua, aku dan Dion sudah berjanjian untuk bertemu di bandara untuk menyambut kedatangan. Aku mengenakan sepotong dress berwarna abu-abu yang sepanjang tengah pahaku dan menutupi belahan dadaku dengan sopan. Seteleh menyelesaikan tugas-tugas di tempat kerja yang paling penting di pagi hari, aku mulai menyetir ke arah bandara sekitar tengah hari. Sambil menyeruput sebuah tall latte di Starbucks, aku membaca twitter akun @NessaLovesMen dan menunggu kedatangan Dion. Tiba-tiba ada sepasang tangan yang menutup mataku, dengan gembira aku berbalik dan memeluk sang pemilik tangan itu. Kukira itu Dion, bayangkan saja kekejutan aku ketika melihat bahwa itu adalah ternyata EDO! kakaknya Dion. (baca Indonesia part 3).

Mengingat sejarah antara Edo dan aku, terakhir kali kami bertemu, aku basah berlepotan sperma Edo dan Andi setelah diperkosa semalaman oleh mereka berdua, dengan hanya mengenakan seragam tim basket yang kotor, aku kabur dari villa Edo dikejar-kejar oleh mereka berdua. Tentu saja kaget sekali aku melihat dia ada di sini sekarang, kaget, marah, takut, galau, semua tercampur menjadi satu.
Edo dengan terang-terangan menatapi tubuhku dari atas ke bawah, berulang-ulang, khususnya menikmati pahaku yang hanya setengah tertutup dress itu. Sementara aku hanya bisa bengong dalam shock. Memang sudah sering kupikirkan tentang kemungkinan bertemu dengan Edo, tapi aku belum sempat mempersiapkan diri untuk itu.

Untung Dion tiba beberapa detik setelah itu, dia dengan protektifnya memeluk aku dengan lengannya yang kokoh.
"Do, dia sekarang jadi cewek gua. Ngerti engga loe ? Ngapain elo dateng ke sini bareng mama-papa ?", ternyata Dion pun kaget melihat Edo datang bersama orang tua
"Haha.. relax bro.. kalem aja. Aku bosen di Jakarta melulu, ya sekalian refreshing lah jalan-jalan nengok elo di sini. Jangan takut.. aku engga suka ngegangguin cewe orang lain koq.", kata Edo sambil mengerlingkan mata. Muak sekali aku melihat orang ini.

Kami bertiga berjalan menuju baggage pick up area, ternyata kapal terbang tiba agak cepat dan orang tua Dion sudah menunggu di sana. Dion memperkenalkan aku dengan mereka, Papa Dion densopan mencium pipi kiri kananku, sementara mama Dion memelukku dengan erat. tampaknya memang Edo satusatunya orang yang kurang ajar di keluarga ini.
"Ness, sorry ya Edo maksa ikutan last minute, katanya dia kangen banget sama Dion. Bisa semuanya masuk ke mobil Nessa enggak?"
Dion dengan cepat menyela," Dion bawa mobil sendiri kok, kita pake dua mobil aja. Aku sama Edo deh di mobilku. " Cowokku itu memang pintar, dia tidak memberi kesempatan untuk Edo memilih mobil gumpangan.

Dalam perjalanan ke hotel, aku mengobrol dengan orang tua Dion dan Edo, ternyata mereka memiliki beberapa showroom mobil dimdaerah Jawa Barat. Dan ternyata villa tempat aku diperkosa oleh Edo dan Andi itu milik mereka, memang Edo sering ke sana setelah dia drop out sekolah. tentu saja mereka tidak tahu apa yang terjadimpadaku di villa jahanam itu. Mereka bahkan menawarkan untuk tinggal berlibur sekeluarga ke sana jika aku pulang ke indonesia.

Kami semua berhanti di sebuah resto untuk makan siang bersama. Dion dan Edo telah tiba duluan dan memilih tempat duduk. aku duduk di tengah antara Edo dan Dion. Papa Dion asyik bercerita tentang berita dari keluarga dan kerabat mereka sambil makan, dan Dion penuh konsentrasi mendengarkan cerita. Tanpa dilihat siapa pun juga, aku merasakan ada jemari yang merambah pahaku, semakin meraba raba keatas hingga tiba di ujung pahaku, tepat di lokasi kemaluanku. sambil memutar mutar, jari tengah itu mulai merangsangku. Aku sempat panik menyadari bahwa Edo sedang mengambil kesempatan dalam kesempitan ini untuk melecehkan aku di tempat umum. Tapi posisiku sebagai tamu keluarga yang juga pacar baru Dion membuatku ragu ragu untuk berteriak ataupun hanya untuk memberitahu Dion, pastilah itu akan menyebabkan perkelahian di antara mereka, dan bisa bisa aku yang dituding sebagai akibatnya.

Jari tengah itu semakin terasa nikmat mengelilingi kemaluanku, ketika aku hampir saja mendesah nikmat, tiba tiba jari itu menarik sedikit celana dalamku dan menyelipkan sepotong kertas ke dalam. Aku secepatnya berdiri dan pergi ke WC untuk menjauhi Edo dan juga untuk melihat kertas yang ditinggalkan Edo. Aku bersandar ke dinding di WC mengejar napasku, dan akhirnya aku melihat ke dalam celana dalamku sendiri. Ternyata kertas itu adalah sebuah foto porno. Tampangku jelas sekali terlihat di sana, tubuhku diapit dari depan belakang oleh dua cowok yang sedang menyetubuhiku dari depan-belakang. Meskipun tampang kedua cowok itu tak terlihat, aku tahu foto itu diambil ketika aku sedang diperkosa di villa Edo. Tak ada pesan-pesan tertulis di secarik foto itu, tapi pesan yang tersirat banyak sekali. Tentunya Edo sedang membuktikan bahwa ia bisa kapan saja menyebarkan foto2 dari masa laluku yang gelap itu. Dan kalau aku pacaran seriusan dengan Dion, tentunya Edo juga mesti kulayani. Aku menyisipkan foto itu ke dalam tas tanganku dan kembali ke meja makan.

Edo dan orang tuanya tinggal di sebuah hotel sementara mereka berkunjung di sini, dalam kamar yang bersebelahan tapi tersambung. Selesai mengantarkan orang tua ke hotel, Dion dan aku sempat mengobrol di lapangan parkir hotel. Aku menunjukkan foto yang diselipkan Edo ke celana dalamku di resto tadi. Seketika itu juga Dion langsung naik darah dan bersumpah akan memukul Edo. Tapi aku sempat menenangkan dia.
'Tenang dulu, tenang dulu.. aku ada rencana.."
"Gak bisa gitu Ness, seenaknya aja, dia udah tau kamu itu pacarku, masak dia mau mengancam seperti ini, kurang aja. Ini aku pukuli dulu dia"
"Tenang. TENANG DULU!!" aku membentak Dion, barulah dia agak tenang.
"Ini rencanaku...."

===================================================================

Setelah aku berhasil menenangkan Dion, aku menceritakan rencanaku. Sejak dulu, Dion tahu bahwa semua foto-fotoku disimpan Edo di sebuah penyimpanan file online, seperti Dropbox atau Skydrive. Namun, hanyalah Edo yang tahu password untuk mengakses file-file itu. Jaringan telepon seluler dan teknologi telepon seluler yang moderen membuat semua itu dapat diakses lewat HP milik Edo. Dan seperti banyak aplikasi-aplikasi lain yang ada di HP, biasanya mereka dapat diakses secara langsung di HP tanpa perlu mengetik password lagi. Jadi aku hanya perlu meminjam HP Edo diam-diam, lalu membiarkan Dion mengakses aplikasi penyimpanan file online, lalu dia perlu menghapus satu persatu foto-fotoku itu.

Lalu kami mulai menjalankan rencana itu, dimulai dengan aku menelepon Edo.
"Do, elo jadi mau apa sih ? Loe gila apa, tadi di resto macam-macam seperti itu. Kalo ketahuan Dion bagaimana ?""Ness, gua tau banget Dion orangnya gimana. Kalau elu udah bilang sama dia, gua jamin 100% dia sudah nyariin gua untuk membunuh gua. Toh gua masih hidup sekarang, jadi gua yang mesti nanya elo.. Kenapa elo engga bilang ke pacar-mu itu hah ? Jujur aja.. elu engga mau bikin ribut kan ? Malu kalo ketahuan orang tuaku, kan ? Gimana tuh, jadi pacar adiknya, tapi sudah sering ngentotin kakaknya, malah sekaligus dicicipi kakaknya dan teman kakaknya. Lonte loe.. " Lagi lagi keluar bicara kasar Edo.
"Jadi elo mau apa sebenernya ? "
"Gampang kok Ness.. gua engga minta yang aneh-aneh, malah yang gua pengen itu elo udah sering banget ngerjain, sama banyak cowok lagi hahahaha..  Gua pengen nyicipin dulu sedikit pacar adik gua. Udah lama juga engga bobok sama elo, kontol gua kangen sama nonok elu nih, toh kan udah mulai ngaceng sekarang juga mikirin ngentotin elo. Nanti bilang ya, apa lebih enak maen sama gua ato sama Dion, jujur lho. "
"Do, gini deh.. elu tau kan aku ini sudah agak seriusan dengan Dion. Jangan terburu-buru bilang seperti itu. Kita ketemuan dulu saja, makan malem barengan, kopi barengan, kita obrolin dulu." Aku berusaha supaya kita bisa hanya bertemu dan aku copet HP-nya sementara kita makan. Menurut rencana aku dan Dion, aku akan mencopet HP Edo, lalu pura-pura ke WC dan aku akan memberikan HP itu ke Dion, yang lalu akan menghapus semua foto-foto. Setelah semua foto terhapus, lalu Dion akan muncul di meja kami dan setelah itu aku tidak lagi perduli jika dia memukuli Edo.

Edo terdiam beberapa saat memikirkan proposalku, lalu:
"Oke Ness. Kamu datang ke sini jam 7 malam, kita dinner barengan. Kita makan di resto hotel ini saja, biar gampang kalau mau nerusin pertemuan kita di ranjang.. ehhh.. maksudnya kamarku hahahaha. Pakai baju yang seksi, jangan seperti tadi siang ketemu orang tuaku."

Sore itu aku mandi terlebih dahulu, lalu mengenakan sebuah wrap-dress dengan ikat pinggang yang tipis. Seperti layaknya sepotong wrap-dress, ada belahan di tengah yang memperlihatkan belahan dadaku di atas, dan jika aku menyilangkan kaki ada belahan di bawah yang memperlihatkan paha putihku sampai ke pangkal paha. Dress itu dipadu dengan kalung emas pemberian Dion dan sepasang anting emas yang menjuntai panjang. Pokoknya aku berpakaian persis seperti sedang nge-date dengan Dion.

Ketika aku keluar dari kamar mandi, Dion malahan tak dapat menahan diri dan langsung memeluk aku sambil memegang sana-sini dan berbisik merayu,"Say, kamu cantik sekali deh, gile gua engga bisa berhenti nih.. kita short-time dulu di kamar yuuuk...". Tangan kirinya telah memasuki gaun bagian atasku, mengusap-usap buah dadaku yang tidak dilindungi bra malam ini, dan memilin putingku perlahan.
"Say, jangan gitu dong.. nanti aku terlambat nih.."
"Ayo deh Ness, aku bisa cepet banget kok.."
"hrhhhhh... bener nih ?"
"Iya, engga usah di kamar deh, di sini saja"

Dion mengangkat tubuhku dengan berpegangan ke pantatku, lalu dia menaruh tubuhku di atas meja makan yang tepat tingginya. Dengan cepat dia membuka ritsleting sendiri, lalu menyingkapkan celana dalamku yang memang minim sekali. Aku mendesah penuh kepuasan ketika kejantanannya menyeruak ke dalam kewanitaanku.

"Hmm.. Ness.. Say.. inget engga kamu dulu suka pacaran dengan bule-bule itu sebelum dengan aku ?" Dion bertanya sambil memompa keluar masuk.
"I.. Iya.. dulu ya.." Aku berusaha meladeni Dion di tengah kenikmatan itu.
"Inget dulu aku suka mencicipi kamu dulu sebelum kamu ditiduri bule-bule itu ?"
"Iya.. i..i.. aku inget... aku suka banget deh.. sperma kamu meleleh keluar dari aku. Ketika bule-bule itu membuka celana dalamku, biasanya ada sperma kamu di celana dalamku. Lalu mereka menggenjotku di ranjang mereka, kontol mereka mengocok-ngocok sperma kamu di dalam aku, sampai akhirnya mereka keluar... dan.. dann... " Aku meladeni Dion mengomong jorok sambil bercinta.. tapi tanpa sempat memberesi, dia sudah keburu keluar di dalam. Aku agak terkejut karena biasanya dia bisa bertahan lama sekali, tapi mungkin cara aku berpakaian, atau karena aku sebentar lagi akan nge-date dengan kakaknya, ataupun omongon jorok kami berdua membuat Dion jadi terangsang sekali.

"Sori yah Ness.. gua tau kamu belum keluar.."
"Ga papa say.. nanti malam kita terusin ya ?" Aku mengecup cowokku tersayang sambil mengelus-elus rambutnya.
Perlahan-lahan Dion mengeluarkan penisnya dari antara pahaku. Aku terbaring di meja makan beristirahat sejenak mengejar napas dari percintaan yang hot itu. Ketika aku berdiri, cairan benih Dion mengalir keluar, aku harus mengambil banyak tisu untuk mengeringkan semua itu. Lalu aku merapikan baju, celana dalam, dan rambutku.

Dion yang menyetir mobil, aku duduk di sebelah, sambil mengurut batang Dion yang sudah mengeras kembali. Aku tersenyum melihat cowokku yang memang mudah terangsang itu. Ketika kita tiba di hotel, seperti yang kami rencanakan sebelumnya, Dion akan duduk di bar menungguku mencopet hp Edo. Aku lalu memanggil kamar Edo dari courtesy phone di lobby.
"Do, aku sudah di sini. "
"Datang ke kamatku dong say. Aku masih sedang siap siap nih."
"Jangan pernah manggil aku say. Aku bukan sayangnya kamu."
"Wuih. galak sekali. oke bos. Mau datang dulu ke kamarku? Nonton TV sebentar lah, duduk dulu."
Kupikir, lebih banyak kemungkinanku mencuri telepon Edo di kamar ketika dia berpakaian. Aku pun mengiyakan dan menuju kamar Edo.

Ketika tiba, Edo memang baru saja selesai mandi dan sedang mengenakan kemeja.Aku duduk di sofa sambil menonton sepakbola. Edo sibuk berkutat dengan ritsluiting kopernya, rupanya agak macet. Aku mengambil kesempatan itu untuk merogohi tas dan jeans Edo untuk mencari cari tlepon genggam Edo. Untung dapat kutemukan secara mudah, aku sembunyikan ke dalam tas tanganku.
Tak lama kemudian Edo beres berpakaian, kami keluar kamar hotel menuju elevator. Edo memaksakan tanganku memegang lengannya seperti sedang pacaran. Kadang kadang dia kurang ajar sekali memegang pinggul dan pantatku, seprti aku ini pacarnya sendiri.

Kami duduk di tepi kaca jendela menuju danau di luar, diterangi sebuah lilin yang menyala kecil. Sungguh suasana yang romantis, kalau saja Edo bukan sedang berusaha meniduri pacar adiknya sendiri.
Aku yang memulai pembicaraan di sisi bisnis.
"Do, gini deh, apa sih yang elu mau?"
"Ness, gua orangnya ini engga gila koq, akupun nyadar kalau kamu suatu hari mungkin menjadi adik iparku. Gua engga mau memeras terus terusan, gua engga mau menjadi pacar kamu. Tapi sejak kamu jadian sama Dion, aku jadi sering mikirin jorok tentang kamu," senyum cabulnya mulai mengembang. "Gini Ness, cewek gua biasanya engga ada yang tahan lama. Aku putusin mereka melulu, soalnya setelah ngentotin mereka sekitar tiga bulan, aku boseeeennn deh. Jadi aku putusin. Kamu ada di sini, jauh dariku, tapi aku pasti setelah nyicipin kamu selama tiga bulan, pasti aku juga bosen sama kamu, dan kamu bisa kembali ke Dion. Tapi sebab jarak yang jauh, aku ingin batas waktu diganti menjadi jumlah pertemuan, tepatnya 200 kali. Kalau kamu datang malem malem dan ngentotin aku empat kali semalaman, it dihitung empat kali.Kalau banyak tidurnya, kurang goyang goyang enaknya, itu dihitung sekali. Kalau kunjungan kali ini kita hanya bisa tidur bareng dua kali, sisanya bisa ditebus kalau kamu pulang ke indonesia, tapi mesti dalam batas waktu satu tahun. Kala semua itu terpenuhi, aku buktikan bahwa semua foto kamu akan kuhapus."
Aku mengangguk tanpa banyak bicara, lalu permisi berpura pura ke wc untuk memberikan HP Edo ke Dion.

Kembali ke meja makan, sambil mengobrol kiri kanan, aku mengulur waktu supaya Dion bisa menghapus semua fotonya. Setelah sekitar sejam berlalu tanpa muncul tampang Dion di mejaku (seperti yang direncanakan), aku mulai panik.. apa Dion gagal login ke akun penyimpanan file itu ? apa dia tidak sempat menghapus semua foto-foto ?  Aku lagi-lagi berpamitan ke Edo untuk pura-pura pergi ke WC. Sebelum aku tiba di pintu WC, Dion sudah menyergapku, tampangnya panik.
"Ness, banyak sekali fotonya, dan wi-fi di sini lelet banget nih jadi pelan. Gua mau cari tempat lain yang lebih cepet internet-nya."
"Elo gila ya, kita udah mau beres makan malemnya. Elo tau kan apa yang terjadi sesudah makan malam." Tatapan Dion bilang bahwa dia tau apa yang akan terjadi.
"Gua kembali secepetnya.. ulur terus waktunya ya.. jangan sampai diajak ke kamar say, bilang elu masih mau minum kek atau mau dessert. plis.. "
"Ya udah.. buruan.. kembali secepatnya yah.."


Dion mengecupku di bibir, lalu tergesa-gesa pergi mencari wi-fi yang lebih cepat. Aku menghela nafas dalam dalam, lalu berjalan kembali ke meja makan.


"Ness, udah siap ?"
"Aku mau minum dikit lagi dong, baru aja segelas wine tadi"
"Oke.. sini gua pesenin deh." Edo memanggil waiter, lalu memesan scotch whisky buat kami berdua.


Beberapa shot glass kosong berletakan di meja kami, kepalaku semakin berat terasanya dan badanku rileks sekali. Sementara itu Dion masih belum saja datang. Edo memanggil waiter dan membayar bill. Aku berusaha mengulur waktu lagi dengan memesan secangkir kopi, tapi Edo mulai tak sabaran dan akhirnya menarik tanganku berjalan menyeberangi lobby ke arah elevator dan kamar. Otakku serasa berkabut dipengaruhi alkohol, jalanku sudah tidak bisa lurus lagi, tapi mataku mencari-cari Dion dengan panik. Aku tidak ingin melayani si iblis ini, apalagi dengan mengkhianati cowokku sendiri.

Bell elevator berbunyi, pintu elevator membuka. Kami berdua berjalan mabuk ke dalam elevator memapah satu sama lain. Elevator kaca yang menghadap atrium lobbymulai perjalanan ke lantai atas, ketika aku melihat Dion berlari masuk ke lobby terus ke restoran.. Bukan di sana say!!  Aku ingin berteriak tapi agak terlambat. Toh nanti Dion akan mencari ke kamar Edo.. jangan takut Ness. Aku menenangkan diri sendiri..

Tanpa kusadari, ternyata elevator berhenti di lantai yang beda dengan kamar orang tua dan kamar Edo. Sialan.. ternyata dia book kamar terpisah supaya tidak terdengar orang tuanya mengentoti cewek adiknya sendiri. Aku sudah setengah sadar, dipapah Edo ke dalam kamar dan ke atas ranjang. Tak ada kemungkinan Dion bisa mencariku di kamar yang baru ini, semuanya sekarang tergantung aku sendiri. Tangan Edo mulai mempreteli ikat pinggangku, satu-satunya benda yang menutup dressku, tapi ternyata dia terlalu mabuk untuk itu. Sambil mendengus frustrasi, Edo berpindah sasaran ke celana dalamku, dengan sekali sentak dia merobek celana dalamku dan membuang potongan kain itu ke samping. Lalu dia membuka ritsluiting dia sendiri, aku tak mampu berbuat apa-apa untuk menghalangi Edo lagi. Dengan satu goyangan pinggulnya, Edo membenamkan seluruh kejantanannya ke dalam tubuhku.

"Hrh... kaamuu... kammuu sudah bassssaaah seeekkalliii Nesss.." Edo bicara mabuk, tentu saja dia tak menyadari bahwa kebanyakan cairan itu adalah sperma dari adiknya sendiri.
"A.. aakkuuu.. " Aku tak mampu menyelesaikan kalimatku.
Kami berdua masih terus bersenggama dalam keadaan mabuk itu, pinggul kami bergoyang-goyang saling beradu. Kondisiku yang sangat mabuk dan horni menggantung setelah disetubuhi Dion tadi sore, membuatku orgasme tak lama kemudian. Kedua tanganku berpegangan menarik pantat Dion untuk menghujamkan kemaluannya lebih dalam, sementara aku berteriak keras menikmati gelombang orgasme yang menghantamku.
Edo tersenyum mabuk menyadari bahwa dia telah menaklukkan aku dengan hanya beberapa goyangan pinggul.

Berikutnya keluarlah sifat sifat kasar dia. Tangan kanan Edo menampar pipiku dengan keras, lalu memaksa mulutku mengorali kemaluannya yang dilumuri cairan kewanitaanku sendiri. Setelah puas dengan servis mulutku, dia mendorongku telentang di atas lantai, lalu dengan kasar memasukkan kemaluannya kembali ke dalam vaginaku. Dengan satu tangan mencekik leherku dan satu tangan lagi memutari tombol kenikmatanku, dia kembali menyetubuhi pacar adiknya sendiri. Pinggul kami berdua bergoyang-goyang memacu tubuh masing-masing menuju kenikmatan.
Edo berbisik di leherku,"Ness, inget celana dalem elo dari malam itu waktu elo diperkosa ? Gua setiap hari coli pake potongan kaen itu. Uhhh.. Uhhhhhhhh.. " Dia menghujamkan penisnya dalam-dalam, dan menambah jumlah sperma yang berkeliaran di dalam rahimku. Rangsangan dari jemarinya juga membawaku ke orgasme kedua malam itu. Beda dari percintaanku dengan Dion siang tadi, tak ada rasa kasih sayang sama sekali di sini. Yang ada hanyalah pemuasan nafsu binatang belaka.

Edo lalu mengeluarkan kemaluannya sambil terngos-ngosan, dia menggunakan potongan kain dress-ku sebagai lap membersihkan penisnya, lalu ambruk tertidur di samping aku.
Aku pun terlelap di samping Edo saking capainya melayani nafsu seks dia dan mabuknya aku.

Tengah malam itu, aku dan Edo sempat melakukan perbuatan bejat itu beberapa kali lagi. Akhirnya aku tertatih-tatih berjalan keluar dari kamar Edo sekitar pukul 2 pagi, dan menemukan Dion yang menunggu di lobby hotel. Tanpa banyak bicara, dia menggenggam sikutku dan membawaku ke mobilnya di tempat parki. Di sana, aku lagi-lagi harus melayani pria dari keluarga yang sama di jok belakang mobil. Namun rasanya agak beda kali ini. Dion hanyalah melampiaskan nafsu dan pembalasan dendam atas pengkhianatanku. Tubuhku seolah-olah sepotong daging lezat untuk permainan seekor singa. Setelah akhirnya semua itu berakhir, aku yang memulai pembicaraan:
"Dion, maafin gua ya."
"Ness, elu selingkuh dengan kakak gua sendiri. Aku engga bisa maafin itu"
"Maafin aku say, aku tadi mabuk, dan kalo aku nolak Edo, kamu kan engga bisa ngapus foto-fotoku"
"Foto-foto kamu udah beres aku hapus. Tapi aku tetap engga bisa maafin kamu."

Aku menangis sesenggukan di jok penumpang mobil Dion, sementara dia menyetirku kembali ke rumah. Dengan suatu pengkhianatan seks yang menyakitkan, berakhirlah hubungan paling serius yang pernah aku alami.

Sunday, March 02, 2014

The worst cousin part 2

Aku terbangun pagi itu oleh suara-suara dari dapur apartemen Indra, dimana mesin capuccino sedang mendengus-dengus mengeluarkan uap panas untuk menyeduh kopi espresso. Sepertinya Indra sedang membuat breakfast untuk kami berdua. Aku berdiri masih telanjang di tengah kamar tidur Indra, ternyata Indra telah mengeluarkan sebuah gaun mandi untukku, yang disampirkan di sebelah ranjang. Aku mengenakan gaun itu dan melihat-lihat isi kamar tidur Indra. Memang sudah beberapa kali aku bermalam di sini, tapi biasanya kami masuk tergesa-gesa untuk bercinta secepatnya, dan aku biasanya berjingkat-jingkat meninggalkan apartemen Indra dalam kegelapan.

Ada foto-foto Indra ketika dia sekolah di San Francisco, foto dengan orang tua ketika wisuda, foto-foto Indra dan kakaknya yang bertampang manis sekali. Di pojok tembok berisi foto-foto itu, ada sebuah foto aku, satu satunya foto yang tak ada Indra maupun keluarganya. Aneh juga, kupikir, entah mengapa dia memasang fotoku di sini.

Puas melihat-lihat, aku berjalan menelusuri suara mesin capuccino dan menemukan Indra sedang menuangkan nasi goreng dari wajan ke dua piring. Tanpa terlihat oleh Indra, aku mendekati dia dari belakang dan memeluknya erat-erat.
"Lho. lho.. udah bangun toh! eh.. ini hati hati nasi goreng panas lho.. ayo diminum dulu capuccinonya baru dibuat"

Tanpa menghiraukan ocehan Indra, aku menurunkan celana pendeknya di dapur, dan aku bersimpuh di depan Indra, menjilati kemaluannya sambil sesekali memasukkan seluruh panjangnya ke dalam leherku. Indra mulai diam berkonsentrasi ke arah kemaluannya yang menegang dengan cepat, tangannya yang besar memegang kepalaku dan mulai menggoyang-goyangkan penisnya keluar masuk mulutku. Ketika benda itu sudah sangat tegang, Indra menarik t-shirtnya lepas. Dengan sekali rengkuh, dia mengangkat tubuhku ke pundaknya. Persis seperti seekor gorila yang membawa sepotong daging makanan kembali ke gua, Indra membawaku kembali ke kamar tidurnya, dia menarik gaun mandi itu lepas dari tubuhku dan menaruhku di ranjangnya. Ketika dia berlutut di antara kakiku, kemaluanku telah basah setengah mati siap untuk di setubuhi oleh pejantan. Kurasakan ujung bulat kemaluannya berusaha mencari-cari jalan ke arah lubang kewanitaanku. Perlahan-lahan Indra menyetubuhiku pagi itu. Diterangi sinar pagi hari di kota Jakarta, kami berdua memadu cinta di kamar tidur itu dengan kaca jendela yang terbuka lebar tanpa ditutupi korden. Tanpa perduli tentang apa-apa lagi di dunia ini, aku menggoyangkan pinggulku untuk memuaskan kekasihku yang dengan sabarnya memeluk aku yang menangis tadi malam. Aku menyodorkan payudaraku untuk bergantian dijilati oleh Indra, sementara tangan Indra sibuk mengusap-usap tombol kenikmatanku.

Indra berhenti sebentar dari goyangan pinggulnya untuk memutar posisi tubuhku menyamping. Dengan memegang tungkai kiriku, dia kembali menusuk-nusukkan kemaluannya dan menyatukan jiwa raga kami. Tanganku kiriku mengusap payudaraku sendiri untuk mencari kenikmatan.
Tanpa berusaha untuk keluar berbarengan, gelombang orgasme itu menyambar kami berdua bersamaan. Aku merasakan kemaluannya mengejang keras di dalam tubuhku dan menyemprotkan cairan benih langsung ke dalam rahimku. Kami berdua saling mengadu kemaluan kami untuk memeras kenikmatan itu sampai titik terakhir.

Indra akhirnya ambruk di belakang tubuhku, kemaluannya masih agak tegang menancap di antara pahaku. Dia memeluk pinggangku dari belakang dan kami sempat tertidur sesaat, sebelum akhirnya kami berdua bangun untuk sarapan pagi bersama. Dengan dipangku oleh Indra, dia menyuapiku nasi goreng hasil karyanya dan aku menyeruput capuccino yang hangat. Sambil menikmati makanan pagi yang lezat, kami bertukar cerita tentang kehidupan kami masing-masing di Jakarta dan di San Francisco. Tanpa ditanya, aku menceritakan segalanya tentang Eva dan Rudi. Indra hanyalah mengangguk-angguk tanpa berkomentar sedikitpun. Ketika aku selesai dan mataku basah dengan air mata, dia lagi-lagi hanya memeluk aku erat-erat.

Selesai makan pagi, aku menaruh kedua tangan Indra di buah dadaku, dan mengarahkan kami berdua ke dalam bilik shower. Sekali lagi kami memadu kasih di bawah pancuran shower yang hangat. Lengan Indra yang berotot menarik pinggulku sambil membenamkan kemaluannya dalam-dalam. Di tengah gemericik air itu, erangan dan desahan kami berdua bersahut-sahutan, semakin lama semakin cepat, hingga akhirnya Indra meremas payudaraku dengan keras dan kejantanannya menyemburkan lendir kelamin di dalam rongga kewanitaanku. Kami berdua mengejar napas sebentar lalu membilas tubuh satu sama lain.

Seperti layaknya seorang pacar yang penuh sayang, aku memilihkan kemeja, celana panjang dan dasi untuk Indra hari itu. Sambil hanya mengenakan gaun mandi, aku memberikan ciuman perpisahan ke Indra yang berangkat kerja. Sebelum dia masuk ke dalam lift apartemen, aku sempat menarik gaun mandiku terbuka dan memperlihatkan tubuh telanjangku ke Indra, yang dibalas dengan senyuman lebar dari kekasihku.

Akhirnya aku mengenakan kembali kemeja dan jeansku dari hari kemaren, mengeringkan rambutku dan mengenakan parfum Indra yang kutemukan di kamar mandinya. Sebelum meninggalkan apartement Indra, aku menaruh souvenir di ranjang Indra berupa celana dalam g-stringku yang dihiasi cetakan lipstick dari bibirku. Cairan sperma Indra yang mulai mengalir dari kewanitaanku mengingatkan aku bahwa kami tidak mengenakan pengaman anti kehamilan apapun tadi pagi.

Lalu aku pun kembali ke rumah orang tuaku menjadi Vanessa, gadis perawan yang alim dan masih lugu dalam soal pria, tapi dia bukan seorang wanita pengganggu rumah tangga orang lain. 

The worst cousin

Halo para pembaca sekalian, sudah agak lama Nessa enggak sempet menulis update di blog ini. Belakangan ini, aku dan Dion berjanji akan pacaran serius dengan satu sama lain, berarti dia tak boleh lagi melayani cewek-cewek di kampus yang ingin memegang bisepnya yang besar, ingin merasakan otot perut-nya yang six-pack, ataupun yang ingin mencicipi kemaluannya. Sedangkan aku, tak boleh lagi menghiraukan cowok-cowok yang mengajak check-in, yang membelikan minuman keras ketika dugem, ataupun yang sering mengirimkan e-mail cerita cerita panas (termasuk beberapa pembaca blog ini! :) ).  Hampir setiap malam aku bersama Dion, entah hanya menemani dia belajar, menonton TV berdua, clubbing, ataupun bercinta dengan hanya diterangi beberapa lilin yang temaram. Kadang-kadang aku memasak makanan malam spaghetti kesukaan dia dan kami berdua berolahraga di fitness center sekolahnya sampai malam. Ya.. kehidupan petualanganku berkurang drastis, dan akibatnya bahan untuk bercerita di sini pun berkurang.

Tapi untung aku masih bisa melihat diary-ku dari tahun yang lalu dan bercerita tentang petualanganku yang lama. Ini adalah salah satu dari petualangan itu. Tepatnya ketika aku berkunjung kembali ke Indonesia setahun setelah perkawinan sepupuku Eva di tahun 2007. Dikarenakan panjangnya cerita ini, aku membagi menjadi dua bagian, yang akan beres di ketik dan di post akhir minggu ini. (pertama kalinya Nessa menjanjikan posting cerita menurut jadwal!).

Nessa tahu, topik kali ini mungkin memicu opini yang keras dan mungkin sedikit kontroversi. Banyak keluarga yang telah mengalami sendiri subjek cerita ini, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. Seperti biasanya, Nessa mengundang semua pendapat, saran, sharing cerita, baik di e-mail nessa - nessagurl@gmail.com maupun di fesbuk nessa, ataupun melalui komentar di posting artikel ini -- ha te te pe :// vanessadiary-dot-blog-spot-dot-com, ataupun akun twitter nessa : @NessaLovesMen