Monday, September 05, 2005

Akhir pekan yang panjang

Aku baru saja kembali dari kegiatanku di akhir pekan ini. Hari ini (Senin) adalah hari libur di negara tempatku belajar, dan perkumpulan2 mahasiswa di negara bagian ini mengadakan pesta olahraga hari Sabtu dan Minggu kemarin di kota lain. Sebagai supporter dan fans bola basket yang fanatik, tentu saja aku ikut pergi dengan banyak mahasiswa lainnya untuk mendukung tim dari kota kami.

Aku berencana pergi bareng dengan Budi, yang juga adalah kapten tim basketball kami. Kebetulan jadwalku kosong hari Jumat itu, jadi kami berencana pergi pagi2 sekali berdua menyetir ke kota tujuan. Tentu saja Budi segera mengambil kesempatan itu untuk menginap di apartemenku, katanya supaya bisa berangkat sepagi mungkin hari Jumat.



Hari Kamis sore Budi tiba di rumahku sekitar jam 7, lalu kami pergi makan malam bersama. Sambil makan malam, Budi bercerita tentang persiapan tim basketnya untuk memenangkan pesta olahraga ini. Selama seminggu terakhir mereka berlatih setiap hari, mulai dengan physical conditioning, lalu shooting practice, dan five-on-five untuk mencoba berbagai macam taktik. Budi juga mengharuskan semua orang di tim basket lari sekitar 2 mile setiap hari, dan (yang ini benar2 membuat pipiku merah merona) tidak ada yang boleh berhubungan seks atau bermasturbasi untuk selama seminggu sebelum pertandingan. Budi mengucapkan kata2 itu sambil terang2an melihat & menelanjangi tubuhku di otaknya, maklum sudah lima hari nafsunya ditahan.
Makan malam itu berlalu penuh dengan nafsu seks yang menggantung diantara kami. Tapi aku bertekad untuk membantu tim basket kami memenangkan pesta olahraga itu dengan tidak berhubungan seks dengan Budi malam itu.

Kami pulang ke apartemenku sekitar pukul 10, aku langsung mengeluarkan sebuah selimut dan bantal untuk Budi tidur di sofaku. Budi menerimanya dengan setengah hati dan pandangan memelas. Dia mengajakku ngobrol di balkon apartemen sambil minum2, tapi aku tolak supaya dia tidak bisa mencoba merayuku. Setelah mencoba berbagai cara untuk meniduriku, akhirnya Budi menyadari dia tidak akan bisa tidur denganku malam itu, tapi dia ingin aku berjanji untuk tidur dengan dia secepat mungkin setelah pesta olahraga itu selesai. Terus terang aku sebenarnya terpengaruh dengan rayuan2 Budi, aku pun berjanji untuk memberikan servis yang memuaskan setelah pesta olah raga selesai. Kami berciuman sebentar, aku membiarkan tangan Budi merajalela ke seluruh tubuhku sebentar, lalu aku masuk ke kamar tidurku dan mengunci pintunya. Aku tahu Budi pasti mencoba untuk masuk ke kamar setelah aku tidur. Aku mulai mengepak pakaian yang akan kubawa untuk perjalanan kami besok, sengaja kumasukkan juga pakaian dalam yang seksi ke tasku, dan beberapa kondom. Tak lama kemudian, aku menggosok gigi, lalu kulepaskan semua pakaianku dan aku pun tidur.

---

Kami tiba di kota tujuan sekitar jam 12 siang, dan rupanya Budi telah janjian untuk bertemu dengan kapten tim basket tuan rumah, yang ternyata kenal Budi sejak SMA dulu di Indonesia. Sambil makan siang, Doni dan Budi asyik bernostalgia tentang basket dan SMA. Dari percakapan itu, aku mendengar bahwa Doni dulu adalah kapten tim basket di SMA rival utama sekolah Budi. SMA-nya Doni dan SMA-nya Budi selalu mengikuti kejuaraan2 di kota mereka, dan selalu bertemu satu sama lain di final kejuaraan setelah menyisihkan SMA2 lainnya. Sampai sekarang, kedua sekolah itu masih seimbang dan hampir bergiliran memenangkan kejuaraan2 di kota mereka. Ketika Budi dan Doni masih menjadi kapten tim basket masing2, Budi hampir selalu menang di awalnya, tapi di kelas dua SMA, orang tua Budi bercerai, dan sebagai akibatnya sekolah dan basketball menjadi tidak terurus..
Setelah SMA, Doni pergi bersekolah di negara bagian lain, dan baru saja pindah ke negara bagian ini tahun lalu. Pesta olahraga tahun ini adalah pertama kalinya Doni dan Budi bersaing kembali dalam basket.
Kami mengobrol sekitar 2 jam, dan selama itu aku beberapa kali menangkap basah Doni mencuri-curi pandang ke arahku. Seusai makan siang aku dan Budi pergi ke apartemen teman kami yang lain, tempat kami menginap sampai pesta olahraga ini selesai.

Malam itu kami bertiga pergi ke dance club bersama dengan tim basket dari kedua kota. Kami sengaja pergi agak pagi ke club itu supaya malam itu semua pemain tidak tidur terlalu larut. House music berdentum keras, dan minuman keras pun tak henti2nya datang ke meja kami. Aku malam itu bergiliran menari dengan Budi, Doni, dan beberapa pemain basket dari kedua tim. Ada beberapa pemain yang menggosokkan tonjolan di antara kaki mereka ke pantat atau pinggulku, termasuk Doni, kubiarkan saja mereka menikmati sedikit. Semakin lama mereka menjadi semakin berani memegang pantat dan perutku, malah pemain shooting guard dari tim Doni sempat2nya meraba2 buah dadaku dan menciumi leherku.
Ada beberapa cewek pacar dari pemain2 basket yang juga ikut melantai, dan mereka pun asyik meraba2 dan diraba2 pacar mereka masing2. Kulihat Doni dan Budi sedang minum2 dan sedang terlibat pembicaraan yang agak serius sambil agak mabuk di meja kami. Tak lama kemudian, mereka terlihat sedang sibuk tawar-menawar, dan kemudian mereka bersalaman dengan erat, seperti sedang berjanjian.

Sekitar pukul 12 tengah malam, kedua kapten tim basket itu pun mulai mengumpulkan anggota tim mereka dan menyuruh semua orang pulang dan tidur supaya tubuh mereka terasa segar keesokan harinya. Budi dan aku pun menyetir pulang ke apartemen teman kami. Dalam perjalanan itu Budi, yang biasanya selalu berceloteh, diam seribu bahasa. Kupikir dia agak mabuk, atau mungkin sedikit stres menghadapi pertandingan besok. Setelah kupancing-pancing, akhirnya keluarlah cerita sebenarnya....
Beberapa tahun yang lalu, ketika Budi & Doni masih di SMA, Budi memenangkan sebuah piala dari kompetisi bola basket ini sebagai pemain terbaik, mengalahkan Doni. Piala itu disponsori oleh salah satu petinggi negara kita, dan sangatlah berharga.
Tahun terakhir Budi di SMA, ketika pikiran dia sedang kalut dan sering sekali dikalahkan tim Budi di kejuaraan2, Budi mengajak Doni bertanding basket, dan pemenangnya akan mendapatkan piala itu. Kelanjutan cerita itu pun sudah tertebak, Budi kalah dan piala itu sekarang milik Doni.
Dan sekarang, sambil setengah mabuk, Budi berusaha mendapatkan kembali piala itu dengan bertaruh kembali dengan Doni. Jika tim Budi menang besok, Budi akan mendapatkan piala itu kembali. Aku pun bertanya pertanyaan logis berikutnya : "Bud, kalo kamu kalah Doni bakal dapat apa ?"
Jawaban Budi menggelegar bagai halilintar di siang bolong : "Kamu".

Mukaku merah panas mendengar jawaban Budi. Serendah itukah diriku ? dipertaruhkan dengan sebuah piala tergantung hasil sebuah pertandingan basket ? Rupanya Budi membaca pikiranku,"Ness, gini.. sebelum elo marah dengerin dulu. Toh kamu bukan pacarku, dan kita hanya teman biasa saja. Kalo kamu menolak untuk melayani Doni aku juga engga bisa apa2. Salah sendiri Doni setuju taruhan ini, dia juga tahu gua engga bisa memaksamu ngelakuin apa2. Apalagi tim kita tahun ini sangat bagus, pasti kita menang. Jangan kuatir deh.. engga bakal terjadi apa2".
Sepandai-pandainya Budi berbohong, aku masih bisa menyadari kebohongan itu. Tim Doni tidaklah terlalu hebat, tapi Doni sendiri terlihat dalam kondisi prima, dan tadi dia tidak minum terlalu banyak. Sementara Budi minum sangat banyak, dan besok pagi pastilah dia akan pusing2. Pendeknya, kalau Doni bermain 100% besok, kemungkinan besar tim Budi akan kalah.
Sebenarnya aku agak iba dengan Budi juga, ini kesempatan dia untuk membalas kekalahan 2 di SMA dan merebut kembali pialanya. Tapi di sisi lain aku juga merasa sangat terhina dipertaruhkan seperti itu. Aku memang sudah tidak perawan lagi, jauh dari itu, tetapi harga diriku serasa diinjak-injak.

Sekitar jam 12.30 Budi sudah terlelap di ruang tamu, aku masih tidak bisa tidur memikirkan kejadian tadi. Ada kemungkinan besar tim Budi akan kalah besok, dan semarah bagaimanapun, aku menghargai Budi sebagai teman yang setia, teman dekatku yang selalu siap membantuku dan memuaskan kebutuhanku. Tiba2 terbersit sebuah ide di otakku. Perlahan2 aku keluar dari ranjangku, seperti biasanya aku tidur bugil, dan aku mengendap-endap ke arah tas bawaanku. Aku mengorek2 mencari pakaian dalam seksi yang tadinya aku bawa untuk merayakan kemenangan pesta olahraga dengan Budi.

Kira2 mirip dengan pakaian di kiri ini. Lalu aku mengenakan jaket yang panjang diluar baju itu supaya tidak terlalu dingin. Dengan perlahan2 aku mengambil kunci mobil temanku dan menyelinap keluar apartemen. Aku mulai menyetir ke arah apartemen Doni,
jantungku berdetak cepat sekali, dan cairan pelumas mulai mengalir di antara kedua kakiku.

Kuketuk pintu apartemen Doni sambil berharap tidak ada orang yang lewat di dekat sana. Tak lama kemudian pintu pun dibuka Doni sambil menggosok2 matanya, "Vanessa.. eh ada apa malam2 gini ?" Dengan tanganku yang bergetar gugup, aku membuka jaket luarku sambil mataku memandang ke lantai, tak mampu melihat Doni secara langsung.
Doni langsung menangkap maksudku, dan mempersilakan aku masuk ke dalam.
Baru saja aku melangkah melewati pintu apartemen, Doni menyergapku dari belakang, dan tangannya meremas-remas payudaraku dengan kasar. Napasnya memburu menandakan nafsu birahinya yang semakin meninggi. Aku sendiri sangat terpengaruh dengan situasi, aku sangat menyadari keadaan ini dimana aku menyerahkan tubuhku ke kapten tim basket musuh besar tim kotaku, dan aku sebentar lagi akan dipakai olehnya untuk memuaskan kebutuhan seks semalam-malaman. Cairan cintaku mengalir dengan deras, keluar dari vaginaku meleleh ke pahaku. Tangan Doni sementara itu menjelajah ke bawah, dan ketika dia menemui pangkal pahaku tidak ditutupi celana dalam sama sekali, napasnya semakin cepat, dia membalikkan badanku menghadap dia sambil melepaskan pakaiannya.
Aku memegang tangannya,"Don, jangan bilang siapa2 ya ? apalagi Budi"
"Jangan takut Ness, tidak ada orang lain yang bakal tahu"

Dengan selesainya kalimat itu, semua rasa was2 dan malu pun terbang keluar jendela. Doni menciumi leherku dan dua jarinya menusuk2 vaginaku tanpa hambatan, dibantu dengan cairan cintaku. Aku mendesah-desah merasakan kenikmatan duniawi ini. Doni dengan sekali rengkuh mengangkat tubuhku sambil berdiri, dan menurunkan pinggulku ke penisnya yang berdiri tegak. Kami bersenggama sambil berdiri di ruang tamu apartemen Doni. Hanya ada satu hal dipikiran kami yaitu menuntaskan nafsu seks yang telah menumpuk sejak makan siang tadi.
Lengan Doni yang kekar meremas pantatku dan mengontrol gerakan tubuhku naik turun di kemaluannya, sementara mulutnya tak henti2nya menjilati dan menyedoti buah dadaku yang ranum. Kami berpacu dengan cepat mengejar gelombang nafsu. Aku yang pertama-tama keluar, vaginaku meremas-remas kemaluan Doni dan cairan cintaku meleleh ke penis dan paha Doni. Tak lama kemudian Doni menancapkan penisnya dalam-dalam sambil menyemprotkan air mani ke dalam rahimku.
Doni berjalan sambil masih mengangkat tubuhku ke arah kamar tidurnya, lalu meletakkan tubuhku di ranjangnya. Kami berusaha mengejar napas sampai detak jantung mulai mereda. "Ness, kenapa.." Sebelum Doni selesai menanyakan pertanyaan itu aku langsung mencium bibirnya untuk menghindar pertanyaannya. Kami berguling-guling di ranjangnya sambil meraba2 tubuh satu sama lain.
Tak lama kemudian kurasakan benda di antara kaki Doni mulai mengeras kembali. Aku pun naik ke atas tubuh Doni yang kekar, mirip dengan tubuh Budi, dan mengarahkan penisnya ke kemaluanku. Perlahan2 kuturunkan tubuhku disambut dengan kemaluan Doni yang tegak.
Birahiku yang naik kembali mengambil alih, dan akupun naik-turun dengan cepat.

Semalaman kami bermain cinta sampai subuh hari. Ketika Doni akhirnya melepaskan pakaianku, dan tak ada selembar benangpun melekat di tubuhku, dia sudah 5 kali orgasme, dan aku entah sudah berapa kali keluar.
Kami masih bercinta 4 kali lagi sebelum akhirnya Doni terlelap jam 6 pagi. Badan kami berdua sudah bugil dan terasa lengket oleh berbagai cairan terkumpul selama 5 jam terakhir.
Meskipun tubuhku terasa lelah sekali dan vaginaku perih, aku memaksakan diri bangun dan mengenakan lingerie dan jaketku, lalu aku mengendap-endap keluar apartemen Doni, menyetir kembali ke apartemen temanku. Budi ternyata masih tidur meskipun pertandingan akan dimulai sekitar dua jam lagi. Aku segera masuk ke shower dan membersihkan badanku dari segala bukti-bukti percintaan yang luar biasa tadi.
Aku berharap apa yang baru saja kulakukan dapat membantu Budi memenangkan pertandingan basket hari ini.

....(bersambung).....

4 comments:

Anonymous said...

gila seru bgt cerita lo,,
umur lo brp ness???
apartemen lo dimana??

gw 18 taun nich

Vanessa said...

Umurku... pokoknya masih muda deh he hee..

Anonymous said...

knalan donk...

Anonymous said...

gua boleh gak ikut merasakan???