Wednesday, August 28, 2013

Return of humanity


Seperti biasanya, SMS dari Dion datang lagi Jumat siang. Kebetulan hari Jumat itu adalah hari libur untuk kantorku, aku baru saja selesai berenang. Yang beda dari biasanya itu isi SMS dari Dion, biasanya dia hanya bilang "Jam 10, tempat gue" plus permintaan-permintaan yang tergantung nafsunya, seperti "pake bra yang berenda", atau "pakaian kantor yang seksi" yang tujuannya hanya untuk memancing birahi Dion. Kali ini, isi SMS Dion:"Ness, mau engga nemenin gua jalan?". 
Aku hanya bisa bengong berusaha menebak tujuan Dion, akhirnya aku memutuskan untuk menelpon dia langsung. 

"Hey, nemenin elu jalan gimana ya maksudnya ?"
"ya.. jalan2 aja.. gua mesti cari kemeja untuk pesta ulang tahun besok, Ray (best friend Dion) sedang sibuk sama ceweknya jadi engga bisa maen CoD sama gua. Dari pada engga ada kerjaan Jumat sore, kan mendingan sekalian cari kemeja. Kalo elu nemenin gua, ntar malem engga usah sama gua deh."
"em.. ini.. bukan nge-date kan ?" tanyaku setengah menggoda
"Heh, jangan sembarangan ya.. gua cuma pengen ditemenin doang en pengen pendapat cewek tentang kemeja. Kalo engga mau ya engga apa-apa," ketus Dion agak sewot
"He he.. ok ok mas.. jangan sewot gitu. Ya ok.. gua baru beres berenang, mau mandi dulu. Ketemu di Westfield mall Union Square sekitar setengah jam lagi ?"
Dion mendengus ,"hmph.. ok.. setengah jam lagi" 

Aku tersenyum sedikit sehabis pembicaraan itu, senang juga bisa mengusik Dion yang biasanya kalem dan in control. 

Setelah mandi, aku mengenakan baju seadanya, celana pendek dengan t-shirt, ditutupi sweater tipis, tokh aku tadinya berencana langsung pulang ke rumah. Dari tempat berenang, aku berjalan kaki ke Union Square sekitar 5-6 blok. Enak sekali berjalan kaki di musim panas, suhu udara di kota tinggalku ini memang selalu sejuk dan jarang sekali kepanasan. Dion ternyata sudah tiba dahulu, kami bertemu di Starbucks di dalam mall, lalu langsung menuju ke toko2 kemeja cowok. Sambil menemani Dion berkeliling mall, sifat usilku muncul lagi.. semakin lama aku semakin manja bergelayut di lengan Dion yang kokoh, sesekali aku memeluk dia dari samping, atau menyuapi sepotong muffin yang kubawa, persis seperti pacar yang dengan setia menemani kekasihnya belanja. Reaksi Dion itu seperti yang kuduga, dia malah salah tingkah dan tidak tahu mesti bagaimana bersikap denganku. Haha.. rupanya memang benar pertemuan kali ini adalah sebuah date dan agaknya dia jatuh hati kepadaku. 

Setelah dia menemukan kemeja yang cocok (dengan input dari aku, tentunya), kami berdua bergandengan tangan melihat2 restoran untuk makan malam. Akhirnya kami memutuskan untuk makan ramen Ajisen. Aku duduk di samping Dion, sesekali menyuapi dia, dan kadang2 aku pura2 tidak sengaja menyentuhkan buah dadaku di lengan Dion. Hasilnya lebih hebat dari sebelumnya, sekarang Dion tidak hanya salah tingkah, tapi juga horni berat. 

Apartemenku hanya 3-4 blok dari mall tempat kami makan, jauh lebih dekat daripada tempat tinggal DIon. Kami bergandengan tangan berjalan ke tempat tinggalku. Dengan gentle sekali Dion mencium pipiku di pintu depan bangunan apartement tanpa berusaha masuk ke dalam. Aku menarik wajahnya lebih dekat dan memulai french kiss. Entah mengapa malam itu aku jauh lebih agresif. Sambil berciuman, aku menaruh tangan kanan Dion di buah dadaku  yang tertutup bra dan t-shirt, lalu menarik Dion masuk ke gedung apartemen. Dion secara instinktif mulai meremas-remas dadaku, kami berdua sambil berciuman berusaha berjalan menuju lift dan apartemenku di lantai atas. Semakin dekat ke apartmenku, Dion semakin agresif dan horni, tetapi masih sangat gentle dibanding percumbuan kami minggu-minggu sebelumnya. 

Meskipun sudah beribu-ribu kalinya kami telanjang, aku masih tetap kagum melihat tubuh Dion yang berotot dan tegap ketika aku membuka pakaiannya. Dengan sekali rengkuh ia mengangkat tubuhku yang masih berpakaian dan membawaku ke kamar tidur. Aku yang memulai dengan meng-orali kejantanannya yang tegak sekali, sambil bersimpuh di depan Dion. Aku membuka pakaianku sendiri, lalu menservis kemaluan Dion lagi yang sekarang telentang di ranjangku. Perlahan-lahan aku membawa Dion hampir ke puncak kenikmatan, lalu turun lagi, beberapa kali sampai Dion tak tahan lagi. Dia menangkap kedua lenganku dan menindih tubuhku di ranjang. Hanya dengan goyangan pinggul, dia mengisi relung kewanitaanku dengan kejantanannya yang besar. 

Matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Untuk sekitar dua jam berikutnya, yang terdengar di kamarku hanyalah suara-suara percintaan dua insan yang sedang dimabuk kasih.